REUNI SMAku itu, berbuah sebuah artikel seksologi ini. Sahabat-sahabat telah menjadi bapak-bapak dan emak-emak. Beragam candaan di momen itu, sangat familiar, penuh kekeluargaan. Hingga perbincangan seks. Sampai Illong (nama samaran), kesel pada suaminya. Karena, pengakuannya, ia pengen berhubungan intim, dua malam lalu. Tapi suaminya tidak mengerti, tidak paham gestur Illong. Pengakuan Illong membuat kami tertawa semua, Illong pun ikut terbahak, sambil diejek-ejek: "Kasihaaaan..Kasihaaaaaaan". Kawanku yang lain -perempuan/ibu- mengatakan bahwa malulah kalau mau bilang yang 'begituan' ke suami.
[caption id="attachment_391686" align="aligncenter" width="300" caption="www.thebrunettediaries.com"][/caption]
Terburai lagi sebuah fakta bahwa istri memang tertutup dan suami memang 'bodoh' dalam menangkap bahasa tubuh sang istri. Suami umum, menganggap gestur khusus istri, adalah umum juga. Suami itu cerdas tapi sangat 'bodoh' dalam urusan spesifik, tak pandai untuk hal-hal khusus. Ini masalah sekaligus bukan masalah!
Enyahkan Rasa Malu Itu
Soal hubungan pasutri (intim), bukanlah transaksi, bukan pula jual-beli. Istri berhak ajukan permintaan untuk 'ritual' hubungan full body contact. Â Karena kebutuhan ini, sederajat. Tiada yang lebih dibanding yang lainnya. Tapi kenapa, lelaki lebih dominan dalam permintaan. Ini hukum permintaan yang tak seimbang atas nama -rasa malu, harga diri, gak enak- dari sang istri. Selalu menjadi tinjauan unik bagi penulis. Dan ini lagi sebuah ketakseimbangan. Rasanya memang begitu!
Bila istri ungkapkan keinginannya, apanyakah yang dimalukan? Lha, bilangnya sama suami sendiri kok, ayah dari anak-anak dan pasangan suka dan duka. Yang harus dimalukan itu kalau bilangnya sama suami orang... hahaha
Mosok soal seks yang seringan itu tak bisa dibahasakan. Kondisi ini kian membuat posisi suami di atas angin, menguatkan posisinya sebagai agressor. Dan, istri sebagai penerima saja. Ini tak baik. Suami juga tak berat-berat amat untuk memenuhinya. Kok cuman persoalan hutang arisan bisa diungkapkan atau soal kredit yang jatuh tempo. Bukankah kesemuanya ini adalah simbol kebersamaan? Ya, soal seksual pun soal kebersamaan.
Gestur Tak Cukup
Jangan sangka, suami begitu mudah menangkap signal dari sang istri. Apatah lagi sang istri tak sering memberi umpan 'jarak jauh' (di luar kamar, red). Umpan jarak pendeklah yang kadang dibaca oleh sang suami, semisal sentuhan, atau ciuman, raba dan pelukan. Ini mudah terbaca, mana pelukan biasa, mana pelukan 'bermuatan'.
Hingga Kompasianer Makassar ini, berbagi referensi, ataukah pengalaman, atau apalah namanya. Pastinya, 'kasus' ini, telah saya sampaikan kepada ibu dari anak-anakku, sejak lama. Bahwa ia harus terbuka, komunikasikan, nyatakan keinginannya dalam bentuk VERBAL (bicara), karena seorang suami, tiada cukup hanya dengan bahasa Non Verbal.
Tiada yang perlu dianggap malu dan tabu lagi, semua atas nama keharmonisan suami-istri, keselarasan seksualitas dan keseimbangan kebutuhan dasar manusia. Saya meyakini, istri-istri sanggup melakukan saran-saran ini, awalnya memanglah kaku, tapi percayalah akan menjadi biasa, suatu saat nanti. Bicaralah pada suami Anda, katakanlah hasrat itu!!! Tiada yang perlu diminderkan, diragukan, atau dianggap-anggap.