Avisena meneteskan air mata saat menyemayamkan jasad seekor kura-kura terdampar yang mati karena kedunguan; juga seekor kera yang hangus karena tak memahami prinsip konduktivitas listrik; juga seekor kucing yang gagal memperhitungkan kinetika otomotif. Setelah menyaksikan jutaan kematian makhluk bernyawa, sang dokter yang gagal bertindak hanya bisa menyalahkan kedunguan. Harus berapa lama mereka menderita karena kedunguan? Harus berapa kali lagi ia menangisi kedunguan?
.
Avisena telah melihat bagaimana dunia bergerak dengan ditopang oleh kedunguan universal. Demi menyelamatkan kaumnya dari kedunguan, sang dokter meracik obat penawar yang disebut pendidikan. Namun, orang-orang berkepala kosong yang menutup matanya dari realitas dunia tak memahami esensi pendidikan. Sebuah paradoks, di mana satu-satunya penawar kedunguan di dunia tidak dapat dilihat oleh si dungu. Namun, Avisena tidak menyerah. Ia tak tahan melihat kaumnya menjadi ikan dungu yang gantung diri pada kail hingga kering kerontang.
.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H