"O iya, ngomong-ngomong anak perempuanmu yang kemarin tamat SMP pun sudah lama tidak saya lihat. Apa melanjutkan sekolahnya di tempat lain?" tanya saya.
Mendengar pertanyaan saya itu, wajah tetangga saya tiba-tiba jadi berubah. Sorot matanya meredup, dan kepalanya jadi lesu tertunduk.
Selang beberapa saat kemudian, ia pun mengangkat kepalanya lagi. dengan terbata-bata, ia menjelaskan, "Anak kami tidak mau melanjutkan sekolah. Dia malah memaksa untuk bekerja di kota. Katanya dia merasa tidak tega melihat kami yang harus banting-tulang membiayai kebutuhan dirinya dan adik-adiknya."
"Ahirnya olehmu diijinkan juga, Mang?"
"Apa boleh buat. Karena dia susah untuk dihalangi kalau sudah seperti itu," sahutnya.
"Lalu apa yang ia kerjakan di kota sekarang?"
"Katanya sih jadi baby sister. Seperti kebanyakan anak-anak perempuan di kampung kita juga."
Saya menggut-manggut mendengar penjelasannya. Hanya saja dalam hati saya merasa jengah juga mendengar kata babysitter yang diucapkan menjadi baby sister. Tapi saya mafhum, kebanyakan orang di kampung kami seperti itulah mengucapkan kata yang maknanya pengasuh anak yang dalam bahasa Inggrisnya disebut babysitter tersebut. Sehingga saya sangat setuju menyebut padanan kata babysitter itu dengan kata pramusiwi saja, daripada keliru melafalkannya - sebagaimana yang tadi siang (9/10/2018) Â dibahas Kompas TV.
Dan memang benar. Kebanyakan anak-anak perempuan di kampung kami, terutama dari keluarga kurang mampu, belakangan ini lebih memilih untuk bekerja di kota. Kalau tidak menjadi ART (Asisten Rumah Tangga), alias pembantu, ya menjadi babysitter, alias pramusiwi, yakni pengasuh anak orang kaya, atawa di keluarga yang suami-istrinya sibuk bekerja. Di kota, tentu saja.
Dengan gaji awal yang diterima sekitar Rp 750 ribu per bulan, mereka sudah bisa mengirim kepada orang tuanya sekitar Rp 500 ribu. Bahkan ada juga gaji yang diterimanya setiap bulan itu  dikirim semuanya ke kampungnya. Karena urusan makan dan uang jajan lain lagi. Terlebih lagi kalau mendapatkan majikan yang baik, urusan pakaian pun diperhatikannya juga.
Sehingga dengan begitu, anak-anak perempuan mereka yang bekerja sebagai babysitter, eh, pramusiwi di kota, sudah bisa membantu meringankan beban keluarganya. Selain untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, sekolah adik-adik mereka pun bisa dibiayainya juga. Bahkan tak sedikit juga dari mereka sampai ada yang mampu merenovasi rumah orang tuanya dari kondisi yang semula tidak layak huni menjadi rumah permanen seukuran tipe 36-an.