Fahri Hamzah kembali bersuara. Baru-baru  ini yang bersangkutan mengkritisi sebuah tulisan karya mantan Ketua MK (Mahkamah Konstitusi), Prof. Mahfud MD yang berjudul "Tuan Justice Collaborator" yang dimuat di harian Sindo.
Mahfud MD menilai permintaan Setya Novanto sebagai Justice Collaborator (JC) sebagai sesuatu yang mengagetkan banyak orang. Karena orang yang ber sedia menjadi JC adalah orang yang harus mengaku dulu bahwa dirinya memang melakukan tindak pidana yang didakwakan. Berarti dengan kemauannya menjadi JC Setnov mengakui dirinya korupsi dan korupsi e-KTP itu benarbenar ada. Mengagetkannya, dulu sampai berbulan-bulan Setnov habishabisan menolak dituduh melakukan ko rupsi, bahkan mengatakan tidak ada korupsi e-KTP itu.Â
Semula segala cara untuk mengelak dari kejaran kasus itu pernah dilakukan oleh Setnov yang diduga kuat me lakukan tindak pidana ko rupsi itu. Misalnya melalui peng ga langan opini, tidak menghadiri pang gilan KPK, menjadi sakit dan segera sembuh setelah menang di praper adilan, sakit lagi de ngan sebab tabrakan tetapi oleh tim dokter dari RSCM dan IDI yang bekerja independen dan profesional di nyatakan dia bisa diperiksa, ditahan, dan di ajukan ke persidangan oleh KPK.
Melalui akun Twitternya, FH Â menilai pendapat Mahfud MD sebagai suatu kekeliruan. Bahkan yang bersangkutan menganjurkan mantan Menteri Pertahanan itu untuk mewawancarai mantan Menteri Dalam Negeri, Gamawan Fauzi agar persoalannya lebih jelas lagi. FH pun menegaskan dirinya lebih percaya pada Gamawan Fauzi daripada ketua KPK Agus Raharjo. "Nanti waktu akan membuktikan pak. Pakailah hati bapak membaca realitas."
Selengkapnya di Fahri Hamzah dan Mahfud MD Saling Berbalas Pantun Soal Korupsi e-KTP, Argumen Siapa Lebih Kuat?
Menyimak polemik yang terjadi antara Fahri Hamzah dengan Mahfud MD di atas, publik pun semakin yakin jika FH menjadi orang yang begitu gigihnya membela mantan ketua DPR, Setnov dari jerat KPK terkait kasus megakorupsi JTP elektronik itu.
Publik pun menilai salah seorang Wakil Ketua DPR RI yang sudah dipecat PKS ini selalu saja berperan menjadi tokoh antagonis dalam kasus korupsi KTP elektronik, maupun segala kebijakan pemerintah.
Meskipun argumentasi FH yang dibeberkannya cukup panjang-lebar, namun publik pun cukup jeli, dan membantahnya dengan fakta yang lebih mudah diterima oleh akal. Betapa tidak. Karena FH tampaknya begitu fokus terhadap pembelaannya terhadap Setnov.
FH menganggap istilah #MegaKorupsiEKTP yang misleading karena justru kerugian negara belum dihitung oleh pihak yang legal. Angka 2,3T itu faktanya Gak ada dan tuduhan terbesar ke SN Rp. 500 M sdh dihapus sisanya 70 milyar.
FH pun menilai kasus korupsi KTP elektronik itu bukanlah sebuah kasus korupsi berjamaah. Dia berargumentasi, bagaimana disebut korupsi berjamaah paling besar jika tersangkanya di DPR hanya SN? setahu saya yang artinya berjamaah harus lebih dari1. Tersangka lain 2 pegawai Kemendagri dan seorang pengusaha. Ada pun yang lain, hanya 1 pengusaha.
Oleh karena itu publik semakin yaki dengan sikap kebablasan Fahri Hamzah selama ini. Selain sedang mencari popularitas dengan cara murahan, juga dianggap sebagai orang yang sedang frustasi karena karir politiknya kemungkinan besar tak lama lagi akan berakhir dengan cara yang tidak terhormat.