Tidak jauh dari dugaan, dalam sidang perdana kasus megakorupsi KTP elektronik dengan terdakwa Ketua DPR RI (non-aktif), Setya Novanto, yang digelar Rabu (13/12/2017) di Pengadilan tindak pidana korupsi Jakarta Pusat, mantan Ketua Umum partai Golkar itu kembali menggunakan jurus saktinya.
Jurus sakti terdakwa yang diduga perampok uang negara itu, memang kerap digunakannya manakala aparat hukum telah menyudutkannya. Jurus itu apalagi kalau bukan berpura-pura sakit. Sepertinya upaya melepaskan diri dari jeratan hukum dengan cara itu menjadi jurus yang bisa diandalkannya selama ini. Dan terbukti keampuhannya.
Sebagaimana sebelumnya ketika kali pertama ditetapkan sebagai tersangka, mantan bendahara umum partai berlambang beringin di era kepemimpinan Aburizal Bakrie, itu tetiba dikabarkan jatuh sakit hingga harus dirawat di rumah sakit. Tetapi manakala yang bersangkutan mengajukan gugatan praperadilan, dan hakim tunggal Cepi Iskandar mengabulkan sebagian  gugatannya, SN pun sehat kembali seperti sediakala.
Demikian juga sewaktu para penyidik KPK menggeruduk rumah SN, sesaat ditetapkan sebagai tersangka untuk kedua kalinya. Â Dengan maksud untuk dimasukkan ke dalam tahanan tentunya. Ternyata SN tak ditemuinya meski telah dilakukan penggeledahan sekalipun. Tapi keesokan harinya dikabarkan SN mengalami kecelakaan tunggal.Â
Mobil yang ditumpanginya menabrak tiang listrik, dan sebagaimana keterangan pengacaranya saat itu, Fredrich Yunadi, yang mencoba mendramatisirnya, akibat dari insiden kecelakan lalu-lintas itu SN menderita luka parah, sehingga sekujur tubuhnya berdarah-darah. Bahkan diduga akibat benturan, kepalanya pun sampai benjol sebesar bakpaw. SN pun kembali masuk rumah sakit. Hanya saja kali ini KPK rupanya tak ingin kecolongan untuk kedua kalinya. Setelah tim dokter yang merawatnya menyatakan SN sudah sehat, maka KPK pun segera menjebloskannya ke dalam tahanan.
Bisa jadi SN pun telah mempunyai firasat. Petualangannya selama ini sebagai aktor politik paling kontroversial di negeri ini akan segera berakhir. Gelagatnya  saat Presiden Jokowi yang diharapkannya sudi mengulurkan tangan untuk memberikan pertolongan, melepaskan dirinya dari jerat hukum yang melilitnya, sama sekali tak mempedulikannya. Demikian juga sejawat di parlemen, yang menggulirkan Hak Angket, ternyata melempem tak jelas juntrungannya. Apalagi anak buahnya di partai Golkar, sepertinya kali ini justru malah angkat tangan. Seakan tak bisa balas budi, dan membiarkan dirinya menentukan nasibnya sendiri.
Apa boleh buat. Jabatan tertinggi pada lembaga negara bernama DPR RI sudah tak ia sandang lagi. Begitu juga kedudukannya sebagai ketua umum Partai Golkar sudah disingkirkan. Bisa jadi SN sejak mulai sidang perdana dilaksanakan, tinggal menghitung hari saja menanti dalam vonis hakim yang akan menentukannya seberapa lama harus mendekam dalam penjara.
Hanya saja bukan SN namanya kalau tipu muslihatnya tak pernah ada habisnya. Bisa jadi kali ini pun SN masih tetap akan berusaha untuk terlepas dari dakwaan jaksa yang menuntutnya. Terlepas dari sikapnya itu yang dianggap sudah melecehkan marwah hukum, yang merupakan panglima di Indonesia ini, karena memang bagi SN sendiri hukum selama ini sudah biasa dianggap sebagai permainan belaka, Â maka sekarang ini pun tidak menutup kemungkinan tetap saja akan dijadikan boneka.
Lalu jurus apa lagi yang akan dilakukannya untuk terlepas dari dakwaan jaksa dan vonis hakim kali ini?
Sepertinya tidak akan jauh dari sebelumnya. Apalagi kalau bukan berpura-pura sakit. Sebagaimana juga pada sidang perdana, sehingga hakim sampai berkali-kali menskornya. Bisa jadi pada sidang selanjutnya pun akan tetap dilakukannya. Dan tidak menutup kemungkinan agar dokter bisa dikelabui, bisa saja ia akan membentur-benturkan kepalanya pada dinding tembok tempat ditahannya. Paling tidak sampai menderita gegar otak ringan juga tak mengapa. Lalu dokter pun menyatakan SN menderita amnesia. Dan akhirnya sidang tipikor dihentikan dalam waktu lama.
Oleh karena itu, untuk menangkis jurus semacam itu, KPK sudah seharusnya lebih waspada dan hati-hati ldalam menghadapi politisi yang satu ini. Jangan sampai terulang, kecolongan untuk ketiga kalinya lagi.***