Terkait penolakan FPI terhadap pelantikan Ahok sebagai Gubernur DKI Jakarta, ketua organisasi massa yang tidak terdaptar di KemenhukHAM ini, Habib Rizieq, diundang untuk datang ke Provinsi Nusa Tenggara Timur oleh salah seorang anggota DPRD dari daerah yang mayoritas penduduknya pemeluk nasrani tersebut.
Bukan, bukan untuk diajak duel, atawa  didemo – sebagaimana dilakukan FPI sendiri terhadap ‘perbedaan’ keyakinan yang dianut Ahok dengan keyakinan FPI sendiri. Akan tetapi di NTT Habib dan PFI akan disuruh untuk melakukan studi banding tentang kebhinekaan.
Bagaimanapun sikap FPI selama ini, termasuk sikapnya sekarang ini terhadap Ahok, terkesan tidak mengakui agama lain selain Islam yang punya ‘kuasa’ di Indonesia ini. Hal itu sama saja artinya bahwa FPI sama sekali tidak mengakui konstitusi yang telah diamini para pemegang KTP (Kartu Tanda Penduduk), atawa surat tanda bukti sah sebagai WNI lainnya yang mengakui negara indonesia ini sebagai negara yang jelas memiliki konstitusi sebagaimana dituangkan di dalam UUD ’45. Dan sama sekali bukan merupakan negara yang berdasarkan konstitusi yang diambil dari salah satu agama saja.
Oleh karena itu sikap arogan dan anarkis FPI terhadap segala ‘perbedaan’ yang ada di indonesia ini, sama artinya menolak UUD ’45, dan sudah semestinya mereka (FPI) hengkang, atawa ‘angkat kaki’ dari NKRI. Bagaimana pun Indonesia ini merupakan rumah besar dari banyak perbedaan, dan konsekwensinya apabila rumah itu ingin tetap tegak berdiri, seluruh isinya harus ikhlas bersatu dengan memegang sikap saling menghargai, menghormati, dan menjaga antara satu dengan yang lainnya.
Andaikan saja sikap radikal dan anarkis FPI tersebut sebagai bentuk dakwah mereka untuk ber- ‘amar ma’ruf nahyi munkar, sepertinya sudah tidak relevan lagi dengan situasi dan kondisi saat ini. terbukti dengan sikap yang dipertontonkan FPI tersebut, sebagian umat Islam sendiri merasa ‘gerah’, dan seringkali merasa disudutkan.
Betapa tidak, andaikan ada seseorang yang sedang berbuat maksiat saja, misalnya saja seorang pelacur, bukannya diobrak-abrik tempatnya, dan orangnya pun diusir – bahkan dipermalukan juga di depan khlayak, melainkan akan lebih terpuji lagi bila FPI mencoba mencari akar permasalahan dari terjadinya perbuatan yang dilarang oleh agama tersebut. Kemudian mereka dituntun dengan mengedepankan norma dan etika yang luwes dan santun sebagaimana orang yang memiliki ilmu lebih tinggi dari mereka pelaku maksiat itu. Misalkan saja yang menjadi akar permasalahan perempuan itu mau berbuat lacur disebabkan oleh keadaan ekonomi, ya mbok berikanlah mereka modal untuk mendapat kehidupan yang halal, sekalian dituntun ke jalan yang yang benar. Kalau seperti sekarang ini, bukannya mau bertobat si pelacur itu, yang ada justru sebaliknya malah balik membenci dan menyumpahi FPI sebagai ormas yang tidak berperikemanusiaan sama sekali.
Nah, karena sejak awal hingga sekarang Habib Rizieq berikut FPI sudah kadung arogan dan anarkis, sepertinya banyak orang bertaruh jika undangan warga NTT kepada pihaknya untuk melakukan studi banding terkait kebhinekaan, tidak akan dipenuhi oleh Habib ini.
Hayo, wani piro ???
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI