Mohon tunggu...
Adjat R. Sudradjat
Adjat R. Sudradjat Mohon Tunggu... Penulis - Panggil saya Kang Adjat saja

Meskipun sudah tidak muda, tapi semangat untuk terus berkarya dan memberi manfaat masih menyala dalam diri seorang tua

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Tiga Desa Dicaplok Malaysia Pemerintah pun Seolah Tak Berdaya

15 November 2014   03:58 Diperbarui: 17 Juni 2015   17:47 787
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bulutangkis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Vladislav Vasnetsov

Tiga buah desa, yakni Desa Sumatipal, Sinapad, dan Kinokod yang termasuk ke dalam wilayah Kecamatan Lumbis Ongong, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara, sejak dua puluh tahun silam dikuasai negeri jiran Malaysia. Karena koordinat, Malaysia mengklaim wilayah tiga desa seluas 54 ribu hektare itu masuk ke wilayah mereka. Sedangkan Indonesia juga sama mengklaim itu masuk wilayahnya.

Demikian juga halnya dengan penduduk setempat sepertinya lebih memilih jadi warga negara Malaysia ketimbang memiliki identitas sebagai WNI. Hal itu disebabkan Malaysia yang lebih memberikan kesejahteraan dan akses transaksi perdagangan lebih dekat. Sikap warga ingin gabung dengan Malaysia sudah membesar sepuluh tahun belakangan ini.

Berarti semenjak sekitar tahun 1994 lalu, di saat era rezim Orde Baru telah terjadi sengketa saling klaim tiga desa tersebut. Padahal pemda setempat mengaku sudah merasa lelah melaporkan permasalahan tersebut. Namun pemerintah pusat seakan tidak berupaya untuk menanggulanginya sama sekali. Dan artinya pula pemerintahan Soeharto, Habibie, Abdurrahman Wahid, Megawati, dan SBY pun seolah pasrah tak berdaya untuk mempertahankan wilayah tersebut.

Sedangkan Malaysia sendiri tampaknya begitu intens di dalam memelihara perbatasan negaranya – terlepas sampai mencaplok wilayah NKRI sekalipun. Terbukti dalam kurun waktu sepuluh tahun pertama, pihak negeri jiran tersebut mulai mengadakan pendekatan dengan penduduk dari tiga desa itu. Segala kebutuhan warga dipenuhi. Sehingga di sepuluh tahun kedua, warga pun berpaling lebih memilih Malaysia daripada Indonesia sebagai negaranya.

Tampaknya permasalahan perbatasan antar-negara bagi pemerintah Indonesia, semenjak merdeka di tahun 1945 hingga sekarang ini kurang – atawa tidak sama sekali, mendapat perhatian. Sebagaimana di dalam kasus dua pulau terluar yang terletak di Selat Makassar, yakni Sipadan dan Ligitan. Dua pulau yang menjadi sengketa antara Indonesia dengan Malaysia tersebut mulai mencuat pada tahun 1967 lalu. Kemudian di tahun 1998 persoalan itu dibawa ke ICJ (International court of Justice), atau Mahkamah Internasional, dan  di tahun 2002 di era pemerintahan Megawati)  ICJ melalui voting memutuskan pulau Sipadan dan Ligitan sah milik negara Malaysia.

Begitu juga halnya dengan blok Ambalat, di tahun 2009 lalu hampir saja diklaim oleh Malaysia. Saat itu kapal Malaysia   berlalu-lalang melintasi wilayah tersebut, sehingga militer Indonesia pun meradang, dan siap siaga untuk menghadapi segala kemungkinan.

Setelah itu muncul lagi sengketa di wilayah Tanjung Datu dan Camar Wulan, Kalimantan Barat. Dua wilayah Indonesia, yakni Camar Bulan seluas 1.449 ha dan Tanjung Datu seluas 8.000 m3 di Provinsi Kalimantan Barat (Kalbar), diberitakan diklaim Malaysia sebagai wilayah negeri itu.

Wilayah Tanjung Datu, salah satu wilayah yang masih bersengketa tapal batas dengan Indonesia-Malaysia rupanya tempat pariwisata yang menarik. Menteri Pelancongan dan Warisan Negeri, Datuk Seri Abang Johari Tun Openg mengatakan, kerajaan telah merogoh kocek sebesar 20 juta ringgit untuk membangun kawasan Santubong yang termasuk kawasan Tanjung Datu. Malaysia berusaha menjadikan Santubong dan Tanjung Datu sebagai salah satu unggulan pariwisata mereka.

Dekian juga di tempat-tempat lain seringkali diberitakan kalau negeri jiran tersebut ditemukan suka berbuat nakal, yaitu dengan menggeser patok tapal batas Indonesia jadi menyempit, kemudian setelah itu diklaim pula menjadi miliknya.

Sengketa lokasi perbatasan antara Indonesia dan Malaysia sudah berlangsung lama,di Kalimantan saja setidaknya terdapat sepuluh lokasi perbatasan seluas 4.800 hektar yang diklaim secara sepihak oleh Malaysia.

Di Kalimantan, sebagian lokasi perbatasan yang masih menjadi sengketa terdapat di Kalimantan Barat, seperti di Tanjung Datu, Gunung Raya, Sungai Buah, dan Batu Aum. Sebagian lainnya terdapat di Kalimantan Timur, seperti Sungai Simantipal. Sungai Sinapad, dan Pulau Sebatik.

Persoalan perbatasan wilayah Indonesia bukan hanya dengan Malaysia saja. Akan tetapi juga dengan Singapura, Vietnam, Filipina, Palau, Thailand dan India, Indonesia sudah melakukan perundingan. Dan, perundingan intens berlangsung dengan Malaysia dan Singapura. Sementara dengan Vietnam, Indonesia sedang merundingkan proses garis batas zona ekonomi eksklusif.

Memang bisa difahami kalau indonesia merupakan negara kepulauan yang lumayan luas. Sehingga persoalan wilayah perbatasan dengan negara lain pun terabaikan. Apalagi dengan segudangnya persoalan dalam pemerintahan sendiri yang terkesan carut-marut – sebagaimana yang terjadi belakangan ini, misalnya kisruh di parlemen yang dipicu perebutan kursi kekuasaan, maka persoalan yang langsung untuk kepentingan rakyat maupun negara pun dikesampingkan. Padahal persoalan mereka mengemban tugas dan amanat dari rakyat demi tegak berdirinya suatu negara yang sepenuhnya berdaulat. Apalagi dengan permasalahan perbatasan yang sangat krusial, karena menyangkut harga diri di mata internasional. Masa Indonesia yang merupakan negara dan bangsa besar mau ‘dipermainkan’ tetangganya sendiri.

Namun terlepas dari itu, tampaknya apabila pemerintahan sekarang di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo menyikapi permasalahan tersebut dengan serius – sebagaimana janji di saat kampanye dulu, masalah perbatasan pun memang harus menjadi PR yang diprioritaskan.  Rakyat sudah bosan mendengar ungkapan “negara yang berdaulat” hanya sebagai ungkapan belaka. Sama sekali tidak ada di dalam kenyataannya. ***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun