Guru mencerdaskan bangsa, itu mah biasa. Lha emang sudah tugasnya. Apalagi yang namanya guru yang juga sudah PNS (Pegawai Negeri sipil), sudah mendapat gaji, sekarang ini mendapat tunjangan profesi lagi – bagi yang sudah ikut porto folio, atau sertifikasi, tentu saja.
Akan tetapi kalau seorang penjual jamu dan pembuat tahu, dengan segala keterbatasannya: Sekolah SD saja tidak tamat, ditambah pula kehidupannya serba pas-pasan, lalu bersusah-payah mendirikan dan mengelola  taman bacaan, dengan tujuan supaya orang di sekitarnya gemar membaca, sekaligus memberantas buta aksara, dan kemudian dapat melihat dunia melalui bacaan, adalah sungguh luar biasa namanya – tentu saja.
Adalah Rudiat – biasa dipanggil Mang Yayat, dan istrinya, Ratna Suminar – Isum,panggilan sehari-harinya, warga Kampung Pasirhuni RT 05 RW 06 Kecamatan Cimaung, Bandung, sejak 1998 lalu di rumahnya mereka berdua mendirikan dan mengelola Taman Bacaan Masyarakat.
Mekipun hanya mengenyam pendidikan formal sampai kelas 4 SD, Yayat dan Isum sama-sama penggila buku. Sejak menikah di tahun 1998 mereka berdua terus mengoleksi buku. Dan melalui buku yang dibacanya, Yayat bisa membuat tahu – yang sekarang jadi pekerjaannya, dan penjahit, pembuat kue, tukang service mesin jahit, juga seabreg pekerjaan lainnya.
Bahkan keterampilan Mang Yayat itu pun, mampu menciptakan lapangan pekerjaan untuk warga di sekitarnya. Misalnya saja ibu-ibu ikut membuat kue, dan mendapat upah dari pekerjaannya itu. dan di sela kegiatan melakukan pekerjaan, Yayat dan Isum menyuguhkan buku-buku untuk dibaca secara gratis.
Berkat kegiataan yang ditularkan suami-i stri tersebut, konon di Kampung Pasirhuni saat ini hanya tersisa dua orang saja yang buta aksara.
Lain lagi dengan seorang Kiswanti (46) penjual jamu di Jalan Kamboja Nomor 71, Parung Bogor ini. Sembari menggendong jamu, di bakulnya itu pun dibawanya juga buku-buku.
“JAMU-JAMU... buku-buku...!Siapa yang mau pintar baca buku, yang mau sehat minum jamu. Enggak rugi beli jamu karena uangnya buat beli buku dan bukunya untuk Anda.“ Demikian slogan Kiswanti tiap kali berkeliling menjual jamu sekitar 1994-1997.
Penjual jamu ang berasal dari Bantul, Yogya ini hanya tamat Sekolah Dasar. Karena kemiskinan orang tuanya juga yang membuatnya ia tak mampu melanjutkan sekolah. Akan tetapi sejak kecil ia senang membaca. Dan ayahnya yang bekerja sebagai penarik becak, selalu menyisihkan uang hasil kerjanya untuk membeli buku bekas untuk Kiswanti.
Dengan keuletannya, sekarang selain membuka TBM, di rumahnya Kiswanti membuka Taman Baca Al Quran, Â pendidikan anak usia dini, tempat kursus komputer, dan berbagai pelatihan kerajinan tangan dan memasak.
Membaca kisah Mang Yayat dan istrinya, juga Kiswanti, saya hanya mampu berdecak kagum. Tapi diam-diam dalam hati terbersit juga untuk mengembangkan TBM yang saya kelola untuk memiliki koleksi buku lebih banyak lagi. ***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H