"Jangan membakar-bakar massa, mengajak rakyat, ayo rakyat, kita ini, enggak boleh begitu. Itu suatu pernyataan sikap yang kekanak-kanakan. Berdiri sendiri, kuat dia. Dia akan didukung, konstitusi mendukung. Bukan dukungan rakyat yang enggak jelas itu, konstitusi yang mendukung," kata Tedjo.
Kata-kata di atas itu bukan omongan yang keluar dari mulut dalang wayang ‘mbeling’, Tejo yang punya nama depan Sujiwo, dan sering tampil dalam suatu acara di salah satu stasiun televisi. Juga jelas bukan igauan mas Tejo pedagang bakso Solo yang biasa mangkal di stasiun kereta api. Pernyataan tersebut menurut media diungkapkan oleh seorang Menko (Menteri Koordinator) yang membidangi urusan Politik, Hukum, dan Keamanan di dalam Kabinet Kerja Pemerintahan Jokowi-JK terkait beberapa waktu lalu ada konsentrasi massa di gedung Komisi antirasuah yang tengah memberi dukungan moral terhadap KPK, setelah Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto ditangkap, Jumat (23 Januari 2015) lalu, dan ditetapkan tersangka oleh Badan Reserse Kriminal Mabes Polri.
Bambang diduga meminta saksi memberikan kesaksian palsu saat menjadi pengacara dalam kasus sengketa pemilihan bupati Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah. Esoknya, Wakil Ketua KPK lainnya, Adnan Pandu Praja juga dilaporkan ke Bareskrim dalam kasus sengketa kepemilikan saham.
Sementara massa yang berkumpul di gedung KPK yang dikatakan Menko Polhukam, Tedjo Edhi Purdijanto sebagai rakyat yang nggak jelas, dalam kenyataannya selain para aktivis antikorupsi dan akademisi, juga banyak di antaranya sebagai pendukung Jokowi ketika Pilpres 9 Juli 2014 lalu.
Sehingga pernyataan Tedjo tersebut jelas telah menyinggung perasaan rakyat yang nggak jelas itu. Bagaimanapun mereka (yang oleh Tedjo disebut: rakyat yang nggak jelas)telah bahu-membahu, dan tanpa pamrih, kecuali berharap Jokowi mampu membawa negeri ini ke arah yang lebih baik (salah satunya membentuk pemerintahan yang bebas dari KKN).
Sesungguhnya bukan hanya massa yang ketika itu berada di gedung KPK itu saja yang tersinggung dengan ucapan Tedjo. Banyak pendukung Jokowi di tempat lain pun merasa kecewa, dan mempertanyakan mengapa Jokowi begitu gegabahnya memilih seorang menteri yang sama sekali tidak memberi kesan sebagai pejabat negara yang elegan dan bersikap negarawan di dalam menghadapi sebuah permasalahan, apalagi permasalahan yang dianggap krusial seperti sekarang ini, yakni adanya kisruh antara sesama penegak hukum.
Paling tidak yang diharapkan rakyat, Jokowi mengangkat pembantunya dalam bidang polhukam itu adalah sosok yang mampu memberikan ‘keteduhan’ dan kenyamanan, juga solusi yang dianggap menguntungkan di tengah suasana memanas seperti sekarang ini kepada semua pihak, terutama bagi rakyat banyak.
Bahkan di tengah desakan dan serangan balik dari rakyat yang nggak jelas terhadap dirinya, Tedjo bukannya melakukan introspeksi diri. Dia malah semakin ‘ngawur’ saja dengan pernyataan yang diungkapkannya baru-baru ini.
"Kepolisian itu lembaga kredibel. Kalau kita tidak percaya polisi, bubarkan saja polisi. Kalau begitu caranya, rusaklah negara ini."
Pernyataan seorang menko Polhukam seperti itu, bisa jadi mencerminkan isi kepala dari seorang Tedjo yang sama sekali tidak memperlihatkan kurang cerdasnya seorang politisi partai Nasdem ini sebagai pejabat negara dalam menghadapi suatu masalah. Bahkan bila dilihat lebih dalam lagi, Tedjo cenderung dianggap sebagai ‘musuh dalam selimut’ Jokowi, atawa tidak menutup kemungkinan lebih berkesan sebagai seorang yang hendak merusak tatanan negara belaka. Karena bukannya berupaya ‘menjernihkan’ suasana, tetapi malah membuat keadaan semakin ‘keruh’ saja dibuatnya. Sehingga tidak heran lagi bila di tengah masyarakat muncul pertanyaan, Tejo itu meko apa tukang bakso?
Bahkan seumpama Jokowi lebih jeli lagi, ternyata menteri-menteri yang yang dikatakan banyak orang sebagai menteri yang berasal dari partai politik, dan diangkat karena sekedar wujud ‘balas budi’, terbukti kapabelitasnya banyak yang hanya sebatas seperti Tedjo itu.
Maka suka maupun tidak, sudah saatnya Jokowi mengkaji ulang seorang Tedjo di dalam kabinetnya, masih layakkah dia dipertahankan, atawa diganti oleh sosok lain yang dianggap mumpuni. Kita yakin, di luar sana masih bertebaran putera terbaik bangsa ini yang lebih layak untuk memegang jabatan Menko Polhukam itu. ***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H