Mohon tunggu...
Adjat R. Sudradjat
Adjat R. Sudradjat Mohon Tunggu... Penulis - Panggil saya Kang Adjat saja

Meskipun sudah tidak muda, tapi semangat untuk terus berkarya dan memberi manfaat masih menyala dalam diri seorang tua

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Selingkuh Itu...

12 Juli 2013   21:48 Diperbarui: 24 Juni 2015   10:38 226
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Setiap kali aku dekat dengannya, semilir angin penuh aroma wewangian bunga dari taman yang entah dimana, senantiasa menebar di sekitar kami berada. Rona bahagia yang dibarengi canda-ria pun selalu muncul menghangatkan suasana. Keadaan  sekitar rasanya hanyalah milik kami berdua. Dan terkadang kami lupa siapa kami berdua, lupa dimana kami berada.

Sungguh. Sesungguhnya saat kami berdua menyadari siapa diri kami, dan dimana kami saat itu berada, maka kami pun ahirnya jadi tersipu-sipu. Betapa malunya aku, seperti yang juga ia rasakan ketika itu.

Ya, aku dengannya mempunyai kesempatan untuk berdekatan, dan berdua-duaan ketika berada di kantor tempat kami bekerja. Aku dengannya adalah rekan kerja. Dan mulanya biasa saja. Sebagaimana dengan yang lainnya.

Hanya saja entah bagaimana awal dimulainya, tiba-tiba saja kami menjadi akrab. Lalu muncul perasaan lain di hatiku. Aku menyukainya. Aku menyayanginya. Dan aku mencintainya. Dengan kesadaran sepenuhnya.

Padahal aku pun sadar. Sejak awal aku tahu kalau dia sudah memiliki keluarga. Suami dan dua orang anak. Demikian juga dengan diriku sendiri. Di rumah aku dipanggil Papa oleh  tiga orang anak, buah pernikahan dengan perempuan yang kunikahi dua puluh tahun lalu.

Lalu bila saat ini dua hati bertaut dalam gelora asmara, apa pula namanya kalau orang menyebutnya suatu perselingkuhan semata?

Tapi ketika hal itu kuutarakan kepadanya, aku melihat linangan air mata di kedua kelopak matanya. Kemudian dia menggeleng lemah. “Sungguh. Aku sendiri sadar. Sesadar-sadarnya, kalau di hatiku  hanya merasa ada kamu seorang. Lain tidak. Termasuk ayah anak-anakku. Aku mencintaimu setulus hati...” ungkapnya tegas.

Aneh. Sungguh-sungguh aneh perempuan yang satu ini. Aku kira, aku sangka, hubungan ini hanyalah sekedar ‘cinlok’ belaka. Suatu perselingkuhan di balik kecintaan kami berdua terhadap keluarga masing-masing. Sebagaimana yang acap membersit di hatiku.

Ya, aku pikir begitu. Tapi ternyata... ***


Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun