Ahirnya, ya ahirnya terkabul juga keinginan SBY untuk bertemu Jokowi. Sepertinya ibarat jejaka yang sekian lama memendam rindu dan dendam untuk bersua dengan  kekasihnya, dan suatu saat ahirnya dapat bertemu juga, begitulah kiranya kebahagiaan SBY  saat ini, Kamis (9/3/2017), setelah dirinya menyatakan keinginannya untuk bertemu Jokowi pada awal Februari lalu.
Saking ngototnya Presiden keenam, ini ketika pihak Istana belum memberi sinyal untuk menerima kedatangannya, dengan lantangnya sampai melontarkan tudingan, bahwa ada pihak yang melarang Presiden Joko Widodo untuk bertemu dengannya.
Bahkan dengan penuh rasa percaya diri, SBY pun ketika itu mengklaim jika Jokowi ingin bertemu dengan dirinya. Â Hanya saja dilarang oleh dua atau tiga orang yang ada di sekitarnya.
Atas pernyataan SBY itu sontak mengundang reaksi masyarakat. Tak sedikit yang tidak menghendaki adanya pertemuan antara SBY dengan Jokowi. Bahkan ada yang mengatakan, tak ada gunanya pertemuan itu, dan hanya buang enerji. Karena paling SBY mau curhat saja pada Jokowi sebagaimana biasa dilakukan Presiden keenam itu di media sosial.
Akan tetapi ada juga yang menganjurkan untuk diadakannya pertemuan antara dua Presiden itu. Ya, Presiden keenam dengan Presiden ketujuh – tentu saja. Langkah itu sebagai upaya menghapus stigma yang muncul di masyarakat atas sikap SBY terhadap pemerintah yang sama sekali tidak mencerminkan sebagai seorang negarawan.
Setelah lengser keprabon, SBY kerap melontarkan sindiran dan memainkan simbol ketika mengkritik  pemerintahan Jokowi memang. Dan kritikan serupa itu pun disampaikannya melalui media sosial.
Namanya juga media sosial, ranah milik seluruh lapisan masyarakat penggunanya, sehingga dengan mudahnya pula para penggunanya  mengetahui segala yang dikicaukan SBY, dan pada ahirnya di samping ada yang ikut mendukung, tak sedikit juga yang menilai Presiden keenam tersebut dianggap seperti tidak ikhlas melepaskan kedudukannya sebagai penguasa negara, bahkan ada juga yang sampai tega menyebut SBY sebagai orang yang lebay, bisanya hanya curhat saja, karena seringkali mengucap kata prihatin dalam kicauannya.
Sementara kritikan yang tampaknya lebih serius terhadap sikap SBY tersebut, bisa jadi sebagai sesuatu hal yang tidak baik sama sekali bagi pembangunan demokrasi di negeri ini.
Sehingga kalau SBY ingin disebut sebagai seorang negarawan, maka akan lebih baik jika menyampaikan kritiknya itu dilakukan secara langsung, face to face dengan Presiden Jokowi. Paling tidak meniru sikap Presiden ketiga, BJ Habibie, atawa seorang Prabowo Subianto.
Meskipun publik tahu bagaimana perseteruan antara Jokowi dengan mantan Komandan Kopasus TNI AD, itu saat Pilpres 2014 lalu, akan tetapi setelah Jokowi berkuasa, permusuhan itu pun seolah sirna. Sikap Prabowo berubah seratus delapan puluh derajat, manakala pertemuan yang dilakukannya secara intens dengan Jokowi bak dua sahabat lama saja laiknya.
Dalam pertemuan itu Prabowo banyak memberikan kritik dan masukan kepada Jokowi secara langsung, terutama pada kasus-kasus besar. Semisal saat terjadi kisruh antara KPK dengan Polri pada 2015 lalu. Begitu juga saat munculnya kasus dugaan penodaan agama yang dilakukan Ahok, Presiden juga meminta masukan dan saran dari Prabowo. Prabowo pun dengan tangan terbuka mau membantu, dengan alasan demi kemajuan negara ini.