Tujuan dari revisi UU KPK bukan untuk pelemahan atau juga penguatan, melainkan untuk merevitalisasi lembaga tersebut.
Begitu antara lain jawaban seorang anggota DPR dari fraksi PDIP, Masinton Pasaribu, yang selama ini begitu lantang menyuarakan peninjauan kembali untuk perbaikan dari UU itu ketika menjawab pertanyaan host acara Mata Najwa, Najwa Shihab, atas tudingan publik kalau revisi itu tidak lain hanya untuk melemahkan KPK.
Mendengar jawaban Masinton, saya pun jadi tergelak. Betapa omongan seorang politisi begitu sulitnya dipahami, bahkan cenderung terkesan seperti orang yang sedang mengigau dalam tidurnya saja.
Betapa tidak, jangankan orang dewasa, anak-anak pun ikut tergelak mendengarnya, karena kata revitalisasi sendiri dalam bahasa Indonesia artinya adalah proses, cara perbuatan menghidupkan atau menggiatkan kembali. Sedangkan sebagaimana sudah banyak diberitakan tentang pasal-pasal yang akan direvisi, seperti:
- Pasal 5 (Usia KPK): KPK dibentuk untuk masa 12 tahun sejak undang-undang ini diundangkan.
- Pasal 7 Huruf d (KPK tidak berwenang melakukan penuntutan): “Melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap kasus tindak pidana korupsi yang diatur dalam undang-undang ini dan/atau penanganannya di kepolisian dan/atau kejaksaan mengalami hambatan karena campur tangan dari pemegang kekuasaan, baik eksekutif, yudikatif, atau legislatif.”
- Pasal 13 (Pelimpahan kasus ke kejaksaan dan kepolisian): KPK berwenang melakukan penyelidikan, penyidikan tindak pidana korupsi yang:
- Melibatkan penyelenggara negara dan orang lain yang ada kaitannya dengan tindak pidana korupsi
- Menyangkut kerugian negara paling sedikit Rp 50 miliar
- Wajib menyerahkan tersangka dan seluruh berkas perkara beserta alat bukti dan dokumen lain yang diperlukan kepada kepolisian dan kejaksaan dalam waktu paling lama 14 hari kerja, terhitung sejak tanggal diterimanya permintaan KPK
- Pasal 14 ayat (1) huruf a (izin sebelum melakukan penyadapan dan merekam pembicaraan): KPK berwenang melakukan penyadapan dan merekam pembicaraan setelah ditemukan bukti permulaan yang cukup dengan izin dari ketua pengadilan negeri.
- Pasal 53 ayat (1) (KPK tidak memiliki penuntut): Penuntut ialah jaksa yang berada di bawah lembaga Kejaksaan Agung yang diberi wewenang oleh KUHAP untuk melakukan penuntutan melaksanakan penetapan hakim.
Bukankah dari kelima pasal yang tertuang dalam draf revisi UU KPK di atas sudah sangat jelas kalau kewenangan KPK diamputasi, dan tidak seperti yang terjadi selama ini ?
Oleh karena itu sepertinya revitalisasi yang diungkapkan anggota DPR itu jauh panggang dari api. Malahan bisa jadi justru memperlihatkan kualitas yang sesungguhnya dari seorang politisi di bawah kepemimpinan Megawati.
Sehingga jangankan kami sekeluarga yang kebetulan menonton acara yang disiarkan sebuah stasiun televisi swasta nasional itu yang tergelak, tidak menutup kemungkinan jutaan pasang mata lain yang juga menontonnya akan ikut terbahak-bahak pula. ***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H