[caption caption="Kadiv Humas Mabes Polri, Irjen Anton Charliyan (Foto: Kompas.com)"][/caption]Negara kecolongan, pemerintah harus evaluasi keamanan. Polri harus siaga . Demikian pernyataan Ketua Umum PB NU, KH Said Aqil Siradj, terkait aksi teror Bom Sarinah yang terjadi Kamis (14/01) kemarin.
Menanggapi pernyataan yang cenderung menuding tersebut, dengan tegas Kepala BIN (Badan Intelejen Negara), Sutiyoso membantahnya. Bahkan terkesan tidak mempedulikannya. “Terserahlah soal itu,” ujarnya.
Sementara Kadiv Humas Mabes Polri, Irjen (Pol) Anton Charliyan, dengan rendah hati mengatakan, apabila mungkin dirasa (pengamanan) Polri kurang atau tidak maksimal, kami, Polri, mohon maaf yang sebesar-besarnya.
"Itu yang kami bisa lakukan. Kami sudah berusaha sekeras mungkin menekan gerakan-gerakan itu. Tapi kami tidak sempurna, polisi juga manusia biasa," kata dia.
Menyimak pernyataan seorang pimpinan salah satu ormas terbesar itu, rasanya begitu nyelekit, dan tidak pantas dilontarkan seseorang yang berpredikat tokoh agama di tengah suasana rakyat dilanda kecemasan, dan aparat keamanan sedang berjibaku menghalau kepanikan karena teror itu.
Sepertinya akan lebih bijak bila Kiyayi memberi himbauan agar umat tetap tenang, waspada, dan selalu berdo’a untuk memohon agar bangsa dan negara ini tetap mendapat perlindunganNya.
Memang sebagaimana diakui Menteri Pertahanan, Ryamizard Ryacudu, pemerintah sejak awal sudah menemukan informasi mengenai potensi serangan teror di kawasan Senayan dan Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta Pusat. Kawasan tersebut berdekatan dengan lokasi ledakan bom Sarinah di persimpangan Jalan M.H. Thamrin, Jakarta Pusat, Kamis pagi, 14 Januari 2016. "Satu atau dua bulan lalu kawasan Senayan dan HI memang sudah diberi peringatan," katanya.
Akan tetapi seketat apa pun penjagaan, maupun kesiapsiagaan dalam menghadapi marabahaya, suatu ketika akan ada lengahnya. Bagaimanapun aparat keamanan itu, sebagaimana tadi dikatakan Anton Charliyan, adalah manusia seperti kita juga, bukan Suparman, eh... Superman, apalagi malaikat. Terlebih lagi dalam kasus seperti yang terjadi sekarang ini, para penebar teror sudah pasti akan lebih teliti dan hati-hati lagi, agar tujuannya dapat berhasil sesuai rencana – tentu saja.
Sebagaimana maling yang mengincar sebuah rumah misalnya, secanggih dan seketat apapun pejagaan pemilik rumah terhadap hartanya, maka si maling pun biasanya akan lebih pintar lagi untuk mencari cara mengatasi ketatnya penjagaan. Bukankah kiyayi sendiri sering mengatakan, bahwa Iblis (makhluk ciptaan Tuhan yang memiliki sifat jahat), berjanji akan berusaha dengan bermacam cara untuk menjerumuskan manusia untuk melakukan dosa.
Begitu juga dengan para penebar teror bom di Sarinah, yang konon diklaim sebagai tanggung jawab kelompok ISIS yang belakangan ini begitu menghebohkan kawasan Timur Tengah dan Eropa dengan aksi radikalnya. Sebagian negara suriah dan Irak saja sudah dikuasainya. Demikian juga dengan yang terjadi di ibukota Perancis, Paris, disusul dengan teror di Istanbul, Turki.