24 Februari 2017 lalu saya memposting tulisan yang berjudul Sikap Bijak Menghadapi Komentar yang Merisak. Akan tetapi tak lama kemudian, saya menemui  judul tulisan tersebut telah berganti menjadi Sikap Bijak Menghadapi Komentar yang Merusak. Saya pun merasa heran dibuatnya, tentu saja. Dalam hati muncul pertanyaan, apa ada yang salah dengan kata Merisak sehingga diganti dengan kata Merusak?Â
Untuk menjawab pertanyaan itu, saya pun segera mengambil KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) yang diterbitkan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, dari rak buku koleksi pribadi.Â
Sebagaimana biasanya, sudah tentu halaman yang dibuka adalah halaman yang memiliki awalan huruf 'R' di depannya. Â
Ada pun menurut KBBI, kata merisak memiliki kata dasar risak yang memiliki kelas kata  verba, dan arti,  atau padanan katanya adalah ganggu. dan usik. Sehingga bila ditambah dengan awan me- di depannya akan sama dengan kata mengganggu, dan mengusik. juga mengolok-olok. Salah satu contoh kata risak  yang paling anyar, dan diterapkan pada judul sebuah berita adalah Presiden Jokowi Dirisak,  Netizen Bela dengan Petisi.
Bahkan bisa jadi kata dirisak akan sama pula dengan kata di-bully yang belakangan ini begitu populer, maknanya akan sama dengan kata diganggu. diusik, dan diolok-olok.
Sedangkan kata rusak, padanan katanya adalah 1. sudah tidak sempurna (baik, utuh) lagi. 2. luka-luka, bercalar-calar. 3. busuk. 4. tidak bisa berjalan lagi. 5. tidak beraturan lagi. 6. tidak utuh lagi. 7. terganggu. 8. hancur; binasa. Â Sementara itu jika ditambah awalan me- di depan kata rusak, dan jadi merusak, akan memiliki persamaan dengan kata menjadikan rusak.
Bila dilihat secara selintas, kata merisak memang sepertinya memiliki arti yang sama dengan kata merusak. Akan tetapi setelah dicoba dibolak-balik,  ternyata kata merisak akan lebih tepat diterapkan pada judul postingan saya di atas, daripada dengan ungkapan merusak. Sebab kata merisak cenderung diterapkan pada tindakan verbal, atawa dalam bentuk tulisan, sedangkan kata merusak lebih banyak digunakan terhadap tindakan fisik.
Begitulah kira-kira. Dan kesimpulannya, bukan berarti tidak boleh mengedit suatu tulisan, malahan hal itu sudah menjadi tugasnya editor. Akan tetapi di dalam melakukan pekerjaannya, seorang editor akan lebih arif lagi jika disediakan beragam kamus bahasa di atas meja kerjanya.Â
Gitu aja koq repot... ***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H