GONJANG-GANJING seorang penyanyi dangdut dari kelompok Soneta, Oma (Tanpa RH) Irama yang konon akan nyapres di 2014 mendatang, ternyata merupakan salah seorang warga Republik Indonesia ini yang masih bermental feodal.
Mengapa demikian ? Usut punya usut, embel-embel RH di depan Oma itu tak lain dan tak bukan adalah Raden Haji. Adapun gelar Raden merupakan gelar ningrat warisan para raja jaman baheula. Sedangkan Haji adalah gelar seorang muslim yang telah menunaikan rukun Islam yang kelima.
Sebagaimana pernah diulas almarhum PK Ojong, dalam Kompasiana dalam sub judul Pendidikan dan Golongan Cendekiawan, dengan judul Universitas Demokratis (hal. 259) bahwa di abad ke-19 kita mengenal titel feodal seperti Pangeran Baron Jonkheer, Bandara Raden Mas, Bandara Raden Ayu, Raden Mas, Raden Ayu, Raden. Di puncak dari segala ini ialah titel Raja.
Nilai sosial dari manusia ningrat dalam masyarakat feodal itu ditentukan oleh faktor kelahiran semata-mata, jadi di luar jasadnya.
Jadi tempatnya dalam masyarakat ditentukan bukan oleh kehendak dan juga bukan oleh prestasinya, melainkan oleh statusnya.
Padahal justru kehendak dan prestasi itu adalah dua hal yang secara esensial membedakan manusia dari hewan, yang tidak dapat mengadakan “perubahan yang dikehendakinya”, baik dalam dirinya (melawan naluri dan nafsu) maupun di luar diriny sendiri, miliunya.
Itulah sebabnya mengapa titel feodal itu menyesatkan dan tidak adil. Tidak adil terhadap orang yang bukan ningrat – dan di mana-mana dalam sejarah dunia jumlah kaum bukan ningrat lebih besar daripada jumlah kaum ningrat.
Apalagi di saat sekarang ini, di negeri yang menganut sistem demokratis ini, yang mengenal persamaan hak bagi seluruh warga negaranya, segala yang berbau feodalisme tampaknya sudah tidak berharga lagi. Malahan orang yang masih suka menambah embel-embel gelar ningrat di depan namanya, dianggap sebagai orang yang masih merindukan kejayaan suatu kerajaan sebagaimana jaman dahulu kala. Salah satunya adalah dihormat para abdi dalem secara berlebihan dan di jaman sekarang terkesan seperti tidak manusiawi.
Demikian juga halnya dengan Oma Irama yang di awal karirnya masih bernama Oma Irama tanpa embel-embel RH (Raden Haji )di depan namanya. Baru setelah namanya melambung dan mendapat gelar ‘Raja Dangdut’, dia pun kemudian menambah RH di depan namanya.
Jadi apa lagi maksudnya kalau seorang Oma Irama memang bermental feodal, alias gila hormat, dan menganggap orang lain sebagai abdi dalemnya.
Sehingga dengan demikian, masih pantaskah seorang Oma Irama (Tanpa RH) ada yang mengusungnya untuk nyapres di 2014 mendatang, kecuali barangkali dia akan didukung oleh mereka yang menghambakan dirinya sebagai abdi dalem ‘Raja Dangdut’ ini.
Salam Demokratis. ***
Gegerbeas, 30/12/2012
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H