Mohon tunggu...
Adjat R. Sudradjat
Adjat R. Sudradjat Mohon Tunggu... Penulis - Panggil saya Kang Adjat saja

Meskipun sudah tidak muda, tapi semangat untuk terus berkarya dan memberi manfaat masih menyala dalam diri seorang tua

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Memang Banyak Pejabat yang Suka Mengumbar Syahwat

3 Desember 2012   01:47 Diperbarui: 24 Juni 2015   20:16 893
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

MASALAH  Bupati Garut, Aceng Fikri yang tersandung perkawinan siri selama empat hari dengan perempuan di bawah umur, bukan  sesuatu yang baru di negeri ini. Banyak pejabat di pusat dan daerah yang suka mengumbar syahwat.

Seorang Sekda (Sekretaris Daerah) di sebuah kabupaten, istri resminya sampai saat ini hanya satu orang. Tapi istri yang dinikahi secara siri gonta-ganti. Demikian juga Bupatinya. Yang biasa ikut acara resmi di depan publik, yang itu-itu juga memang. Padahal sebelum jadi Bupati, dia sudah punya istri kedua. Bahkan sudah memberinya anak pula. Dan ketika yang bersangkutan sekarang sudah duduk di atas tahta kabupaten, konon istri sirinya ditambah lagi.

Bahkan di republik ini, presiden pertama Indonesia, tercatat dalam sejarah sebagai presiden yang suka kawin-cerai.  Demikian juga halnya para raja di jaman dahulu kala. Konon selain memiliki seorang permaisuri, seorang raja di sebuah kerajaan tidaklah lengkap bergelar maharaja kalau tidak punya koleksi puluhan selir di dalam istananya. Bisa jadi hal itu menjadi acuan pejabat di jaman sekarang ini.

Memang betul, dalam agama Islam permasalahan poligami bukanlah sesuatu yang haram. Tidak dilarang. Bahkan kalau niatnya untuk beribadah – mengangkat martabat perempuan dari kehinaan, misalnya – malah akan mendapat pahala.

Akan tetapi kewenangan itu justru malah disalahgunakan. Karena memiliki libido yang tinggi, dan tak kuasa menahan hasrat mengumbar nafsu berahi, maka dijadikanlah dalil agama sebagai dalih untuk memuluskan aksinya itu. Ditambah lagi dengan harta berlimpah yang didapat entah dari gratifikasi, dan entah hasil korupsi. Juga karena kekuasaan yang dianggap dirinya bisa menghalalkan segala permasalahan. Maka akibatnya, tidak hanya perempuan itu saja yang jadi korban. Anggaran untuk pembangunan pun bisa jadi diselewengkan.”

“Jadi korban bagaimana, Kang? Bukankah perempuan-perempuan yang dikawin siri oleh pejabat malah jadi enak hidupnya.  Contohnya anak perempuan tetangga saya yang dikawin siri seorang sekda, biar sekarang berstatus janda, tapi rumah dan kendaraan dia punya. Malah sudah jadi PNS lagi, “ Jang Ohim menyanggah pendapat Si Akang.

“Tapi mungkin saja perempuan itu tidak sadar. Harga diri sebagai perempuan begitu murahnya di mata orang banyak. Lalu harta yang diterimanya dari mantan suami yang pejabat, asal-muasalnya dari mana. Aku yakin itu hasil dari manipulasi uang rakyat. “

Pejabat juga manusia, Kang...” gumamku tanpa sadar.

“Nah itu lagi. Ungkapan itu hanyalah merupakan bentuk pembelaan diri, dan pembenaran terhadap suatu kesalahan yang telah dilakukan seseorang yang memiliki predikat tertentu di tengah masyarakat. Apa kalau setiap kesalahan yang dilakukannya bisa cukup berlindung pada ungkapan seperti itu ? Lalu bagaimana dengan pertanggungjawaban moralnya?”

“Kalau masalah seperti ini dibiarkan, aku yakin negeri ini tidak bakalan ada perubahan ke arah yang diharapkan. Kesewenang-wenangan pejabat, meskipun terselubung, akan terus berjalan. Korupsi pun akan semakin sulit diberantas... Maka karena pejabatnya bermoral bejat, korupsi semakin merebak, nasib negeri ini pun tinggal menunggu kehancurannya saja!”

“Tapi memang sudah dari sananya, Kang. Tahta, harta, dan wanita merupakan obsesi lelaki...” kataku asal-asalan.

“Lelaki yang mana ? “ Si Akang seakan menampik pendapatku.

“Ya, pejabat seperti itulah. Kalau kita-kita tidak mungkin. Karena harta dan tahta tidak punya...” ***

- Serial Obrolan di Warung Kopi

Gegerbeas, 03/12/2012

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun