Mohon tunggu...
Adjat R. Sudradjat
Adjat R. Sudradjat Mohon Tunggu... Penulis - Panggil saya Kang Adjat saja

Meskipun sudah tidak muda, tapi semangat untuk terus berkarya dan memberi manfaat masih menyala dalam diri seorang tua

Selanjutnya

Tutup

Politik

Manuver SBY yang Malah Jadi Senjata Makan Tuan

3 Februari 2017   20:27 Diperbarui: 4 Februari 2017   04:57 3864
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Susilo Bambang Yudhoyono (Sumber foto: Kompas.com)

Menyimak berita tentang Presiden keenam, Susilo Bambang Yudhoyono, belakangan ini, bahkan jauh hari setelah lengser keprabon, seringkali menimbulkan tandatanya besar dalam benak. Betapa tidak, sikap dan pernyataannya begitu kental dengan kontroversi.

Seperti yang terjadi sekarang ini. Berawal di pengadilan, dalam persidangan kasus penistaan agama dengan terdakwa Ahok. Saat itu, tim pengacara Ahok mengaku memiliki bukti soal komunikasi antara SBY dan Ketua Umum MUI, Ma’ruf Amin yang dihadirkan sebagai saksi.

"Apakah pada hari Kamis, sebelum bertemu paslon (pasangan calon) nomor satu pada hari Jumat, ada telepon dari Pak SBY pukul 10.16 WIB yang menyatakan, pertama, mohon diatur pertemuan dengan Agus dan Sylvi bisa diterima di kantor PBNU. Kedua, minta segera dikeluarkan fatwa tentang penistaan agama?" tanya Humprey Djemat, salah satu pengacara Ahok kepada Ma’ruf Amin.

Sontak SBY pun bereaksi. Pernyataan tim pengacara Ahok tersebut menimbulkan dugaan adanya penyadapan percakapan antara SBY dengan Ma’ruf Amin. Ia meminta aparat penegak hukum dan Presiden Jokowi bersikap dengan masalah itu. Bagaimanapun, cetusnya, tindakan penyadapan tanpa adanya izin pengadilan sebagai tindakan ilegal dan kejahatan serius.

Menilik reaksi SBY, publik melihatnya seperti seorang kakek yang kebakaran jenggot saja tampaknya. Presiden keenam itu sama sekali tidak tabayyun, atawa mengklarifikasinya kepada pihak yang mulai melemparkan permasalahannya, yaitu Ahok dan tim pengacaranya. SBY malah langsung bicara di depan publik. Berseru kepada Polri, Kejaksaan, dan Presiden supaya segera mengambil tindakan.

Bahkan jauh berbeda dengan reaksinya tempo hari saat beredar isu penyadapan yang dilakukan pihak intelejen Australia.

Bagaimanapun sikap SBY yang seperti itu, selain justru menimbulkan kegaduhan, publik pun menilai kalau Ketua Umum Partai Demokrat ini seolah-olah sedang menelanjangi dirinya sendiri lagi. Watak dan karakter seorang SBY yang sesungguhnya itu semakin tampak jelas, ya seperti begitulah.

Begitulah  memang sikap SBY dalam menyikapi sesuatu permasalahan. Tidak saja masalah yang menyangkut pribadinya, melainkan juga jika berpendapat terhadap persoalan yang timbul di negeri ini secara umum. Kalau tidak merasa prihatin dan sedang teraniaya, maka kadangkala diapun bersikap menggurui, seolah menunjukkan dirinya sebagai salah seorang Presiden yang bisa terpilih dalam dua periode.

Sehingga sudah tak aneh lagi dengan celetukan orang yang mengatakan SBY tampak begitu sensitif, dan galau, bak seorang wanita yang akan memasuki masa menopause saja layaknya.  Tidak menutup kemungkinan bagi orang yang memiliki perasaan mudah jatuh kasihan, tanpa reserve lagi akan mudah pula untuk bersimpati melihatnya.

Apabila kita membuka kembali catatan lama, bagaimana SBY mampu merebut dukungan suara terbanyak di Pilpres 2004 lalu, salah satu faktor yang menguntungkannya adalah karena banyak rakyat yang merasa simpati terhadapnya. Kita ingat, ketika itu SBY menjadi media darling, dan dianggap sebagai sosok yang teraniaya karena perlakuan Megawati. Sebagai Presiden yang sedang berkuasa, sementara SBY sendiri sebagai punggawa dalam kabinet yang dipimpin putri Bung Karno itu, SBY dianggap sebagai anak buah yang tidak setia, bahkan menusuk dari belakang, karena ketahuan akan ikut bertarung dalam Pilpres 2004, sekaligus akan jadi pesaingnya. Maka Megawati pun dengan kekuasaannya, seakan mempersempit ruang gerak SBY. Dan karena itu pula Megawati dianggap publik sedang membuat SBY teraniaya.

Sebagaimana watak bangsa Indonesia pada umumnya, mudah bersimpati terhadap hal yang berbau ketidakadilan, mudah jatuh kasihan terhadap korban kesewenang-wenangan, maka dalam kasus yang terjadi pada SBY saat itu pun berlaku juga. Megawati dikalahkan, dan SBY mendapat suara terbanyak di antara para kontestan Pilpres 2004.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun