Artikel yang ‘menyerang’ Presiden Joko Widodo di media online negeri jiran Malaysia beberapa waktu lalu, telah membangkitkan kembali semangat patriotisme dalam dada bangsa Indonesia. Hal itu tercermin dari membludaknya hujatan balik, maupun dukungan atas sikap jokowi dari berbagai kalangan – terutama dari para Netizen di berbagai media sosial.
Bagaimanapun artikel serupa yang muncul dari negeri yang selama ini dalam membina hubungan antar-negara dan antar bangsa dengan negara kita terkesan seperti ingin lebih tinggi posisinya, memiliki bermacam makna yang tersirat di dalamnya.
Bisa jadi ada perasaan ‘ketar-ketir’ di pihak Malaysia dengan ketegasan Jokowi dalam menegakkan kedaulatan negara di mata dunia. Padahal selama ini, meskipun mau berbuat apa pun, seperti misalnya memperlakukan para tenaga kerja Indonesia dengan sesukanya, mencaplok wilayah perbatasan tanpa tedeng aling-aling, sampai mengklaim warisan seni dan budaya sekalipun, Indonesia tidak pernah memberikan reaksi tegas dan keras. Di mata Malaysia, Indonesia adalah tetangga yang lembut dan tidak banyak menuntut. Bahkan mungkin juga bagi Malaysia, indonesia dianggap sebagai tetangga yang lemah tidak berdaya.Sehingga dengan munculnya Presiden ketujuh ini, yang tampil beda dari yang sebelumnya, sontak ada perasaan ‘ngeri’ di hati mereka. Ternyata diam-diam Indonesia memiliki taji yang lumayan tajam juga.
Kemudian media tersebut ingin menguji tajamnya taji itu dengan melalui test case sejauh mana rasa patriotisme plus kecintaan bangsa terhadap negara dan pemimpinnya. Ternyata, ya ternyata memang kenyataannya bangsa Indonesia yang terkadang biasa lembut, kompromis, dan permisif, toh bisa juga meradang, dengan memperlihatkan taji yang sangat tajam.
Maka tak pelak lagi dari sikap media tersebut, ahirnya muncul juga sikap sebaliknya dari media lain di negeri jiran Malaysia. Sekarang ini mereka justru memuji setinggi langit akan kepemimpinan Jokowi. Dalam artikel tersebut mereka memuji sikap kesederhanaan seorang Jokowi saat menghadiri wisuda anaknya di Singapura.
But we must salute Jokowi for saying that he did not use the presidential private jet or the VIP terminal because he was travelling for personal reasons, adding that “I am going for family matters, a private agenda, not a state visit – so why should I use the facility?”
Bukan hanya karena menggunakan pesawat kelas ekonomi saja, media tersebut juga mengupas tentang sepatu buatan Cibaduyut yang digunakan mantan Gubernur DKI Jakarta tersebut.
“Other populist buttons pressed by Jokowi included, as reported by Tempo.com, both he and his deputy Jusuf Kalla wearing shoes ordered from a local producer in Cibaduyut – a district in Bandung famed for producing leather goods, including shoes – for the swearing in ceremony. It wasn’t Italian made, for sure.”
"And we certainly will not appreciate the pompous display of extravagance, especially in tough economic times when the people struggle to pay the bills. We also need to cut down on unnecessary practices each time the political elite are in attendance."
Bahkan lebih jauh penulis dalam artikel yang berjudul “Setting the right example”, dikatakan kalau seorang Jokowi berbeda dengan politikus lainnya. politikus lain dekat dengan rakyat hanyalah di saat sedang butuh dukungannya saja untuk terpilih, tapi Jokowi setelah terpilih pun tetap tidak berubah. Dan tetap merakyat.
“The world has changed. The old ways don’t work anymore because every word and action is being scrutinised in real time, and flashed to the world instantly.”
Jelas amat jauh berbeda dengan artikel sebelumnya. Dan jelas sekali kalau malaysia kali ini ‘ketar-ketir’ dengan sikap tegas pemimpin dan rakyat Indonesia yang jelas-jelas memiliki harga diri sebagai bangsa dan negara yang berdaulat.
Makanya Engku-engku dan puan-puan jangan cuba-cuba bangkitkan macan dari tidurnya... ***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H