Pada suatu situs berita, saya membaca pengalaman magis para pendaki dan tim SAR di gunung Salak, yang terlibat pencarian pesawat Sukhoi Super Jet 100.
Para pendaki yang tergabung dalam sebuah regu pada tim yang pertama kali diterjunkan ke gunung Salak, menceritakan pengalamannya saat berada pada ketinggian 1.700 kaki, pos terakhir tak jauh dari titik koordinat pesawat jatuh, Sabtu dini hari, 12 Mei. Ia dan sekitar sembilan anggota regu lainnya bermimpi aneh saat sedang tertidur.
Semuanya mimpi bersanggama dengan perempuan cantik. Dan anehnya mimpi seluruh anggota regu cukup identik. Awalnya mereka bermimpi disambut seorang wanita cantik pada sebuah rumah di puncak gunung tersebut. "Perempuan itu menyuguhi kami air minum," aku mereka. Tak lama berselang, mereka langsung diminta untuk istirahat. Tetapi di dalam rumah ternyata ada banyak perempuan yang tak kalah cantiknya dengan yang menyambutnya tadi. Setelah itu, para perempuan itu mencumbu mereka selayaknya suami istri.
Kisah para pendaki dan tim SAR itu, mengingatkan saya dengan pengalaman masa lalu. Ketika masa remaja yang mulai suka berpetualang di hutan. Sebagai anggota baru pecinta alam, kami berenam diwajibkan untuk mempraktekan ilmu survival dengan mendaki gunung di sekitar daerah tempat tinggal kami. Yaitu gunung Cakrabuana yang letaknya di utara.
Dengan perlengkapan sederhana, pagi-pagi kami berenam menuju lokasi dengan berjalan kaki. Karena jaraknya hanya sekitar 6 kilometer saja. Sebelum naik ke puncak, penduduk kampung terdekat ke puncak gunung Cakrabuana, mengingatkan agar kami berenam minta ijin kepada juru kunci sebelum masuk ke kawasan puncak gunung itu.
Juru kunci mewanti-wanti kepada kami, agar kami tidak boleh melanggar peraturan yang telah ditentukan, yaitu mengambi bunga-bunga yang tumbuh di sekitar puncak, mengambil kayu rotan, dan jangan bicara atau bertingkah tidak sopan. Karena kalau dilanggar, bakal ada akibat yang akan kami rasakan. Sebaiknya kami berenam dianjurkan untuk menunaikan shalat wajib dan sunat. Juga membaca do’a- bila malam tiba.
Setelah menempuh perjalanan yang melelahkan, melalui jalan setapak yang tampaknya jarang dilalui manusia, dan lebih banyak bekas tapak kaki babi, maka sampailah kami berenam ke puncak saat matahari sedikit bergeser ke arah barat.
Keadaan puncak gunung Cakrabuana saat itu, udaranya begitu sejuk. Di sekitarnya tumbuh lumut dengan bau yang khas. Tepat di tengah puncak, ada kolam kecil dengan diameter sekitar lima meteran. Dan saat menatap ke bawah, yang tampak hanyalah gulungan awan memutih yang menyerupai asap.
Setelah beristirahat sejenak, kami mendirikan tenda di bawah sebuah pohon besar yang akarnya banyak melingkar di sekitar. Kemudian kami membagi tugas masing-masing. Ada yang mempersiapkan makanan untuk nanti malam; ada yang melakukan observasi di sekitar, maksudnya untuk berjaga-jaga jika ada marabahaya.
Ketika malam tiba, kami berenam sepakat untuk masuk ke dalam tenda. Beristirahat tidur. Setelah sebelumnya bercengkerama, dan yang lainnya khusuk berdo’a. Dengan dihangatkan bara api unggun. Meskipun udara di sekitar terasa dingin menusuk kulit, tapi setelah masing-masing masuk ke dalam sleeping bags akhirnya terlelap juga.
Sungguh. Saat besok pagi kami terbangun, salah seorang di antara kami bercerita kalau semalam dia mimpi bersanggama dengan seorang perempuan yang berpenampilan seperti putri kerajaan dalam dongeng saja. Dan kami berlima pun langsung menimpalinya, “Koq bisa sama ya?”
Ya, bahwa kami berenam mimpi yang sama. Bertemu perempuan cantik dengan penampilan putri kerajaan. Aneh memang. Tapi begitulah kenyataannya. Dan bukan sekali itu saja. Karena di gunung lainpun, selanjutnya sering juga kami mengalami hal yang hampir sama.***
Cigupit, 2012/05/15
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H