[caption id="attachment_370191" align="aligncenter" width="554" caption="Ilustrasi Kompasiana (Dok. Ajie Nugroho Kampret)"][/caption]
Karena sopir truk yang mengangkut barang belum tahu alamat tujuan di Jakarta, saya pun ahirnya ikut sebagai penunjuk jalan. Sekalian menengok cucu pertama yang sudah agak lama juga tidak bersua.
Dari rumah truk berangkat pukul 20.00 WIB. “Supaya tidak macet di jalannya, dan udaranya tidak panas seperti di siang hari,” kata sopir berargumentasi.
Saya duduk di kabin bertiga sopir dan kernet. Memang perjalanan dari arah Tasikmalaya sampai masuk tol Cipularang perjalanan lumayan lancar. Hnya saja ketika masuk KM 73, sopir melambatkan kendaraannya. Sambil masuk ke jalur kiri, dia menyuruh kernet agar turun seraya menyerahkan selembar uang dua puluh ribuan yang sudah dilipat kecil.
“Ada apa ?” tanya saya.
“Biasa, PJR...” sahutnya sambil menggendikan bahunya. Maksudnya Patroli Jalan Raya Polisi lalu-lintas. Dengan spontan saya menoleh ke belakang. Tampak sebuah mobil patroli dengan lampu khasnya yang berkedip-kedip di keremangan, dan di belakangnya terlihat sebuah truk kecil. Sementara seorang polisi lalu-lintas samar-samar kelihatannya sedang berbincang dengan seseorang. Bisa jadi sopir truk kecil itu. sedangkan kernet truk kami tampak menghampiri polisi yang satunya lagi yang sedang duduk di belakang kemudi sedan patroli.
Hanya sebentar saja, kernet sudah balik kembali sambil berlari kecil menghampiri kami. Truk pun kembali melaju. Sementara kernet masih tampak terengah-engah. Tapi sopir sepertinya tak memberi kesempatan. Dia memberondong anak buahnya dengan beberapa pertanyaan.
“Gimana, beres ‘kan ? Gak minta tambah lagi ‘kan ? Apa masalahnya dengan truk yang distop itu ?”
“Iya. Beres... Polisi juga mungkin lihat barang yang kita angkut gak overload. Dan sopir itu sedang dimarahi karena waktu diminta berhenti malah tancap gas, “ sahut kernet seraya meneguk air dari botol kemasan.
“Apakah pungli semacam itu memang masih terjadi di jalan tol ini ?” tanya saya dengan perasaan heran. Sungguh. Jalan tol seringkali diartikan, atawa memiliki sinonim dengan jalan bebas hambatan (meskipun konon menurut para ahli sinonim itu salah), barusan tadi perjalanan kami pun malah justru ‘dihambat’ oleh patroli polantas. Aneh.
“Wah, sudah gak aneh lagi, Pak. Pungli di Cipularang ini makin hari tambah merajalela saja,” sahut sopir. "Saya selalu mengingatkan pada sesama sopir yang belum pernah lewat sini supaya berhati-hati, dan selalu menyediakan duit buat upeti polisi."
Lebih jauh sopir menjelaskan bahwa pungutan liar yang dilakukan oknum PJR, menuntut para sopir truk pengangkut barang harus selalu menyediakan lembaran uang mulai Rp 20 ribu sampai Rp 100 ribu. Terlepas dari kelebihan muatan maupun tidaknya, atau pun lengkap tidaknya surat kendaraan dan alat kelengkapan kendaraan, oknum PJR itu selalu mencari-cari kesalahan, dan ujung-ujungnya adalah pungutan liar.
Mendengar penuturan sopir dan kernet, saya hanya manggut-manggut saja. Sementara dalam hati muncul beberapa pertanyaan. Katanya sekarang ini Polri sudah melakukan reformasi untuk mengangkat citranya yang kemarin-kemarin sudah jatuh lewat di titik nadir. Tapi mengapa sikap seperti yang dilakukan oknum PJR tadi masih merajalela ?
Halo, Bapak Kapolri, apakah reformasi di internal Polri itu hanyalah pemanis bibir belaka untuk membela diri dari tudingan banyaknya penyimpangan (mungkin ini kata ganti agar lebih halus barangkali dari kata penyelewengan) dari tugas dan kewajiban Polri sebagai penegak hukum di negeri ini ?
Entahlah. Kapolri entah mau mendengar atawa tidak. Saya hanyalah rakyat dari kasta yang awam saja soalnya. Dan biasanya pun bukankah boro-boro dari rakyat kecil, kritikan dari para elit pun, para penegak hukum ini sepertinya sudah tak peduli lagi.
Maka ahirnya saya meminta kepada Presiden Jokowi saja, agar memperhatikan masalah semacam ini - tentu saja. Bukankah duo Jokowi-JK punya agenda Revolusi Mental. Membasmi praktik-praktik korupsi sebagaimana yang dilakukan oknum PJR ini ?
Semoga. ***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H