Dua pimpinan KPK, Abraham Samad dan Bambang Widjojanto, ditetapkan sebagai tersangka oleh Bareskrim Polri. Sementara pimpinan lembaga antirasuah yang satunya lagi, Busyro Muqoddas sudah terlebih dahulu habis masa jabatannya. Presiden Jokowi pun menunjuk Taufiequrrachman Ruki, Indriyanto Seno Adji, dan Johan Budi SP sebagai pelaksana tugas pimpinan KPK tersebut.
Akan tetapi baru saja dilantik, dua dari tiga pelaksana tugas pimpinan KPK itu, Ruki dan Indrijanto langsung mendapat sorotan publik. Bahkan secara eksplisit, publik meragukan integritas dua nama tersebut dalam pengungkapan kasus-kasus besar seperti BLBI, rekening gendut Polri, dan Century yang selama ini belum juga dapat dituntaskan.
Betapa tidak. Sebagai mantan pimpinan KPK jilid pertama, Taufiequrrachman Ruki dianggap tidak memiliki prestasi. Pensiunan perwira tinggi polri ini pun belakangan mendapat sorotan tajam. Statemen-statemennya kepada awak media terkesan tidak ada rasa memiliki terhadap lembaga yang sekarang ini dipimpinnya, malah justru sebaliknya seperti membawa misi hendak melumpuhkannya.
Salah satu pernyataan Ruki yang dianggap tidak membela lembaga antirasuah itu adalah saat mantan anggota Badan Pemeriksa Keuangan itu mempersilakan kepolisian melanjutkan proses hukum terhadap 21 penyidik dan pimpinan KPK. Sikap Ruki tersebut dianggap justru menjadi celah bagi para koruptor untuk melakukan perlawanan balik terhadap upaya hukum yang sudah dan tengah dijalankan KPK.
Demikian juga halnya dengan pernyataan sebelumnya, bahwa suatu hal yang tidak mudah memenuhi harapan rakyat dalam memberantas korupsi, dapat diterjemahkan kalau mantan komisaris PT Krakatau Steel ini dianggap belum apa-apa sudah bersikap pesimis, dan seolah setengah hati dalam memberantas korupsi. Bisa jadi pula dengan demikian pengungkapan rekening gendut para petinggi polri yang selama ini menjadi sorotan masyarakat, Ruki dianggap akan berusaha untuk mengelak.
Akan halnya Indriyanto Seno Adji, rekam jejaknya selama ini oleh para aktivis dinilai sebagai sosok yang anti-korupsi. Pertama, Indriyanto anti-KPK karena pernah beberapa kali berupaya mengurangi kewenangan dan lingkup yurisdiksi hukum KPK melalui judicial review terhadap UU KPK mewakili koruptor. Kedua, Indriyanto pernah menjadi saksi ahli pihak Bram Manoppo yang pada saat itu Direktur Utama PT Putra Pobiagan Mandiri dan merupakan tersangka kasus korupsi pengadaan helikopter. Berikutnya, Indriyanto juga pernah mewakili Paulus Efendi dan 31 hakim agung dalam uji materi UU melawan Komisi Yudisial untuk membatasi kewenangan pengawasan dan penjatuhan sanksi terhadap hakim agung pada Mahkamah Agung dan Hakim Mahkamah Konstitusi.
Indriyanto juga dikenal kerap memberikan pendampingan terhadap kasus korupsi pejabat negara. Ia pernah menjadi kuasa hukum bagi Abdullah Puteh, mantan Gubernur Aceh, dalam kasus pengadaan Helikopter Mi-2, dengan kerugian negara Rp 13,6 miliar.
Indriyanto juga pernah menjadi kuasa hukum orang yang terlibat penyalahgunaan kekuasaan oleh otoritas keuangan.
Ia pernah menjadi kuasa hukum mantan Direktur BI Paul Sutopo, Heru Supraptomo, dan Hendrobudianto di tingkat banding dan kasasi dalam hal penggunaan dana Yayasan Pengembangan Perbankan Indonesia (YPPI) senilai Rp 100 miliar untuk mengurus UU BI maupun pemberian bantuan hukum terkait kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia, kredit ekspor, dan kasus lain.
Indriyanto juga menjadi kuasa hukum atas kasus kejahatan industri ekstraktif, seperti sengketa pertambangan batubara.
Dia merupakan kuasa hukum PT SKJM dalam kasus PTUN pemberian kuasa pertambangan batubara oleh Bupati Tanah Laut kepada SKJM dalam wilayah PKP2B PT Arutmin Indonesia.
Indriyanto juga pernah menjadi pembela orang yang melakukan kriminalitas berat atau pembunuhan terkait dengan kasus korupsi, antara lain menjadi kuasa hukum Tommy Soeharto dalam kasus kepemilikan senjata api dan bahan peledak, pembunuhan Hakim Agung Syafiuddin Kartasasmita, dan buron.
Ia juga menjadi kuasa hukum bagi Abilio Soares saat menjadi terpidana pelanggaran HAM berat di Timor Timur dalam gugatan uji materi Pasal 43 ayat 1 UU Pengadilan HAM pada 2004.
Terakhir, Indriyanto adalah kuasa hukum mantan Presiden Soeharto dalam gugatan terhadap majalah Time terkait pemberitaan tentang korupsi keluarga Cendana dalam edisi 24 Mei 1999, sekaligus mendampingi gugatan saat Soeharto dikenakan tahanan rumah oleh Kejagung.
Dia juga merupakan kuasa hukum bagi keluarga Soeharto atau Yayasan Supersemar dalam kasus gugatan perdata penyalahgunaan uang negara.
Dengan demikian, penunjukan Taufiequrrachman Ruki dan Indriyanto Seno Aji sebagai Plt pimpinan KPK bertentangan dengan standar kualifikasi pimpinan KPK yang harus memiliki integritas tinggi, bebas dari konflik kepentingan, dan memiliki latar belakang yang baik dalam pemberantasan korupsi.
Akan tetapi keraguan publik terhadap rekam jejak dan sikap dua sosok Plt. pimpinan KPK yang baru dilantik tersebut, dapat disikapi secara positif oleh yang bersangkutan. Paling tidak anggaplah sebagai sebuah tantangan untuk berjibaku, dan kalau perlu meniru pasukan kamikaze tentara Jepang, yakni siap mati untuk memberantas korupsi.
Hayo, wani piro ? ***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H