Mohon tunggu...
Adjat R. Sudradjat
Adjat R. Sudradjat Mohon Tunggu... Penulis - Panggil saya Kang Adjat saja

Meskipun sudah tidak muda, tapi semangat untuk terus berkarya dan memberi manfaat masih menyala dalam diri seorang tua

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Catatan Awal Tahun: Jokowi Disandera Politik Balas Budi

4 Januari 2015   14:31 Diperbarui: 17 Juni 2015   13:51 1336
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1420338089852803363

[caption id="attachment_388283" align="aligncenter" width="373" caption="Jokowi (Kompas.com)"][/caption]

Mencermati perjalanan Presiden Joko Widodo  sejak dilantik hingga sekarang ini, telah banyak ditemukan berbagai keganjilan, atawa tepatnya antara janji yang pernah disampaikan sebelumnya dengan kenyataannya tidak sesuai sama sekali.

Dalam pembentukan kabinet saja misalnya, janji untuk merampingkan birokrasi yang hendak dipimpinnya telah diingkari. Dalam kenyataanya tetap saja sama dan sebangun dengan pemerintahan sebelumnya. Bahkan janji untuk menjauhi politik transaksionalpun terbukti hanyalah sebagai pemanis bibir saat butuh sokongan konstituen belaka.

Satu per satu orang-orang yang pernah berada di dalam lingkaran tim sukses ketika menuju kursi RI 1 mendapatkan jatah kedudukan, baik dalam jajaran menteri kabinet maupun sebagai pimpindan lembaga non kementerian.  Misalnya saja anak dan menantu AM Hendropriyono. Menantunya, Brigjen (Sekarang Mayjen) M. Andika Perkasa diangkat menjadi komandan pasukan pengamanan Presiden. Sedangkan Diaz Hendropriyono,  anak mantan Kepala BIN tersebut dijadikan sebagai komisaris Telkomsel. Begitu juga politisi partai Golkar yang ‘mbalelo’, karena tidak sejalan dengan ARB,  Nusron Wahid, diangkat sebagai Kepala BNP2TKI. Kemudian Luhut Panjaitan, mantan menteri Perindustrian di kabinet Megawati pun  baru-baru ini dijadikan pimpinan dalam lembaga UKP (Unit Kerja Presiden).

Dalam jajaran kementerian pun ‘bergelimangan’ terisi penuh oleh mereka yang konon memiliki jasa saat mengantarkan mantan Walikota solo tersebut untuk menjadi presiden RI ketujuh itu. Masih mendingan kalau mereka yang diangkat sebagai pejabat dalam birokrat tersebut memiliki kapabelitas, kredibilitas, dan sikap profesionalitas yang mumpuni.

Sebagaimana Susi Pudjiastuti yang diangkat sebagai menteri KKP. Meskipun pendidikan formalnya hanyalah berijasah SMP belaka, terbukti selain isi kepalanya ‘moncer’, Susi pun mampu bekerja seolah tanpa kompromi. Dengan berbagai kepentingan intrik politik, tentu saja. Bahkan meskipun berangkat dari seorang pengusaha, Susi pun telah mampu memisahkan antara kepentingan rakyat dengan kepentingan bisnisnya sendiri. Saat diangkat menjadi menteri, Susi langsung melepaskan segala urusan bisnisnya. Dan fokus bekerja untuk kepentingan negara.

Hanya saja sayangnya sudah gendut bentuk kabinetnya, para penghuninya pun justru terkesan bukannya menambah akselerasi perubahan ke arah yang lebih baik lagi – sebagaimana harapan rakyat banyak, dan malah semakin tambah membebani pengeluaran anggaran negara hanya untuk memberi makan mereka.

Bahkan di antara jajaran menterinya pun disinyalir pula ada yang hanya mengincar keuntungan demi urusan bisnisnya belaka. Tudingan itu ditujukan pada menteri BUMN, Rini M. Soemarno. Bersama kakaknya, Ari Soemarno yang mantan dirut Pertamina, oleh berbagai kalangan dianggap sedang mengincar penguasaan bisnis migas yang dikenal dapat mendatangkan keuntungan besar.

Malahan seorang taipan, yang selama ini dikenal menguasai APINDO (Asosiasi Pengusaha Indonesia), Sofyan Wanandi, dan konon turut menyokong Jokowi saat menuju RI-1, dikabarkan juga masuk pemerintahan Jokowi-JK, yakni diangkat  sebagai tim ahli Wakil Presiden. Dan bukan hanya Sofyan Wanandi belaka, pengusaha lain yang berasal dari APINDO yang masuk pemerintahan di antaranya Rahmat Gobel diangkat menjadi menteri Perdagangan, dan Franky Sibarani sebagai Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).

Selain ingkar dari janji untuk merampingkan birokrasi, dan menghindari politik transaksional, alias ‘balas budi’, Jokowi pun dianggap telah melupakan komitmennya dalam menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM pada masa lalu dan menghapus semua bentuk impunitas.

Komitmen itu disampaikan pada 2 butir, yaitu (1) ”Kami berkomitmen menyelesaikan secara berkeadilan terhadap kasus-kasus pelanggaran HAM di masa lalu yang sampai saat ini masih menjadi beban sosial bagi bangsa Indonesia, seperti kerusuhan Mei, Trisakti-Semanggi 1 dan 2, penghilangan paksa, Talang Sari-Lampung, Tanjung Priok, Tragedi 1965”, dan (2) ”gg. Kami berkomitmen menghapus semua bentuk impunitas di dalam sistem hukum nasional, termasuk di dalamnya merevisi UU Peradilan Militer yang pada masa lalu merupakan salah satu sumber pelanggaran HAM”.

Dalam kenyataannya, karena mungkin dalam kasus-kasus pelanggaran HAM di atas, beberapa orang yang dianggap sebagai pelakunya juga ada dalam ‘lingkaran dekat’ diri Jokowi sendiri. Sehingga komitmennya itu dianggap rayuan basi, dan bisa jadi Jokowi pun kembali tersandera oleh politik ‘balas budi’.

Padahal jika menakar andil mereka yang sekarang berada dalam ‘lingkaran dekat’, bila dibandingkan dengan rakyat banyak yang memberikan suara saat Pilres 9 Juli 2014 lalu, sepertinya lebih besar andil yang terahir, rakyat berikut relawan di akar rumput. Rakyat berikut relawan di akar rumput telah berjuang untuk kesuksesan Jokowi seorang dengan ikhlas, tanpa berharap imbalan kenikmatan sesaat. Rakyat dan para relawan sepertinya hanya berharap adanya perubahan  dan perbaikan, dalam tata kelola negara, agar kehidupan berbangsa dan bernegara yang adil dan makmur segera dapat diwujudkan. ***

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun