Pernyataan Marzuki Alie, Ketua DPR, yang juga peserta Konvensi calon Presiden Partai Demokrat, yang mempertanyakan kapabelitas dan kredibilitas seorang Jokowi, Joko Widodo, Gubernur DKI Jakarta, membuat saya yang notabene bukan warga Jakarta, dan tinggal di pelosok Desa balik bertanya, apa Pak Marzuki tidak pernah membaca media cetak, atau online, dan menonton siaran berita di pesawat televisi ?
Saya saja meskipun bukan warga Jakarta, dan sama sekali tidak mengenal sosok Jokowi, secara langsung tentu saja, tahu persis bagaimana kiprah Gubernur yang satu ini. Perihal pendidikan dan kesejahteraan yang Pak Marzuki pertanyakan, apakah Anda belum mendengar dengan program Kartu Jakarta Pintar, yang digagas dan dilaksanakan sekarang ini oleh Jokowi ? Baik langsung maupun tidak, bisa jadi program itu merupakan kepedulian seorang Jokowi terhadap  pendidikan. Malahan kalau tidak salah, sewaktu terjadi insiden tabrakan AQJ, anak musikus Ahmad Dahani yang merenggut banyak nyawa, Jokowi pun pernah pula mewacanakan untuk membatasi jam malam untuk anak-anak sekolah.
Begitu juga halnya dengan kesejahteraan rakyat, di bidang kesehatan misalnya, ada program KJS (Kartu Jakarta Sehat). Artinya Jokowi sudah mendorong warganya untuk sehat. Jika sudah sehat, pastinya untuk melakoni hidup pun tidak terlalu banyak masalah, atau alasan lagi. Pun dengan program pembangunan rumah susun di berbagai daerah pemukiman kumuh, apakah hal itu tidak termasuk upaya meningkatkan taraf hidup warganya demi mencapai kesejahteraan. Atau memang seorang Marzuki lebih suka melihat warga Jakarta tinggal di rumah petak yang kumuh dan tidak terpelihara kebersihan, keamanan, dan ketertibannya ?
Semua itu saya baca di berbagai media, dan melihat di pesawat televisi. Sedangkan media konon merupakan pilar demokrasi yang ke-4 setelah eksekutif, legislatif, dan yudikatif.
Pernyataan Marzuki Alie yang saya baca di sini, bahkan membuat saya, seorang rakyat kecil di pelosok desa, bertanya-tanya sekaligus prihatin. Apakah kata-kata yang diucapkan seorang yang terhormat ketua DPR, dan peserta Konvensi calon Presiden sebuah parpol masih dianggap beretika atau tidak ? Sehingga ahirnya saya meragukan seorang akademisi yang menyandang gelar Doktor, begitu terkesan asbun (asal bunyi), dan sama sekali tidak mencerminkan seorang intelektual yang juga public figur. Untung saja saya tidak berpikir terlalu jauh, misalnya menuding Anda sebagai salah satu biang kerok carut-marutnya kehidupan berbangsa dan bernegara di republik ini. Hanya cukup sampai pada kesimpulan: Pantesan rakyatnya susah diatur, suka saling jotos dengan sesamanya, karena sikap pemimpinnya pun ternyata patut dipertanyakan.
Bagaimanapun idiom demokrasi preman yang Marzuki Alie lontarkan, patut dipertanyakan. Membacanya pun saya menjadi miris. Istilah macam apa pula demokrasi preman itu ? Atau karena ungkapan seorang Marzuki Alie saja yang secara manusiawi merasa iri karena kalah popularitas dan elektabilitasnya berada jauh di bawah Jokowi yang notabene di setiap survey hampir berada di puncak ?
Terlepas dari semua itu, rasanya kalau memang Marzuki Alie masih merasa sebagai seorang ketua DPR, alias wakil rakyat se-Indonesia, juga ingin maju sebagai calon presiden RI, akan lebih baik untuk bersikap lebih bijaksana saja. Tingkatkan kinerja sebagai wakil rakyat yang sesuai dengan harapan rakyat. Tak usah menyalahkan, apalagi menjelek-jelekkan pihak lain yang dianggap saingan. Karena itu akan semakin menjauhkan diri dari simpati konsituen. ***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H