Harga BBM sudah resmi dinaikkan. Sebagaimana diumumkan Presiden Joko Widodo, Senin (17/11) di Istana Merdeka, harga premium bersubsidi yang semula Rp 6.500 naik menjadi Rp 8.500, sedangkan solar dari Rp 5.500 menjadi Rp 7.500, dan mulai berlaku tepat pada pukul 00.00 WIB.
Jokowi berjanji kebijakan ini menjadi jalan keluar untuk pembangunan yang lebih baik karena fokus pemberian subsidi bukan di sektor konsumsi. Sebagai jaminan, menurut Jokowi, pemerintah akan menggenjot penyebaran dan pemakaian subsidi bagi masyarakat miskin melalui Kartu Keluarga Sejahtera, Kartu Indonesia Pintar, dan Kartu Indonesia Sehat. Pemerintah memberikan bantuan dan perlindungan bagi masyarakat miskin di tengah dinamika efek kenaikan harga BBM
Adapun data masyarakat miskin penerima dana Kartu Sakti tersebut, sebagaimana dijelaskan Menko Pembangunan Manusia dan Pariwisata, Puan Maharani, menggunakan dari data tahun 2011 lalu. Dan hal itu menjadi pertanyaan besar, apakah tidak salah data lama digunakan lagi untuk sekarang ini. bisa jadi data tersebut sudah kadaluarsa.
Tidak menutup kemungkinan dalam kurun tiga tahun, data tersebut mengalami banyak perubahan. Misalnya saja meninggal dunia, atau bisa juga orang tersebut yang di tahun 2011 lalu keadaannya memang benar termasuk kategori miskin, akan tetapi sekarang ini roda ekonominya berubah menjadi kaya. Bahkan yang paling ekstrim, data 2011 disinyalir banyak keganjilan, atau penyimpangan di lapangan. Banyak penduduk miskin yang tidak tercatat dalam data oleh petugas, karena petugas malah lebih memprioritaskan keluarga, tetangga, dan teman sejawatnya yang jelas-jelas terbilang mampu.
Maka tidak menutup kemungkinan  juga ekses dari pembagian Kartu Sakti sekarang ini tidak akan jauh berbeda dengan pemberian BLSM, dan sebelumnya disebut BLT yang menjadi program SBY. Seperti ketika itu, tak terhindarkan lagi banyak penduduk miskin yang tidak masuk dalam data melakukan protes kepada ketua RT/RW, dan pemerintah Desa/Kelurahan, serta Kecamatan . Masih mending kalau hanya sebatas protes dan unjukrasa saja, tapi kalau sampai mereka (warga miskin) bertindak di luar batas, seperti sampai mengeroyok petugas di Desa, bahkan sampai berbuat makar, sebagaimana waktu itu banyak terjadi di berbagai daerah,  maka yang repot ‘kan pemerintah juga. Terutama pemerintah di tingkat bawah.
Oleh karena itu alangkah baiknya masalah data keluarga miskin itu di-update dan dikaji ulang kembali. Sehingga kesalahan yang dulu pernah terjadi jangan sampai terulang lagi. Bagaimanapun sudah sebaiknya tidak perlu tergesa-gesa jika ahirnya justru akan menimbulkan banyak permasalahan bagi semua pihak. Mana BBM sudah naik, ditambah tak henti-hentinya ditentang pengunjukrasa yang tetap tak suka, disusul pula oleh kisruh warga miskin yang tidak masuk dalam data.
Mungkinkah pemerintahan Jokowi memperhatikan masalah yang satu ini ? ***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H