SETIAP uang kembalian mengisi bensin di SPBU, selalu kusimpan di saku depan celana. Uang recehan, paling banyak lima puluh ribuan. Tidak disatukan dengan yang telah ada di dompet. Maksudnya supaya mudah kalau membebeli keperluan lain, rokok misalnya. Atau jika kebetulan didatangi pengemis dan pengamen.
Tiba di rumah, usai berganti pakaian, celana yang tadi dipakai disimpan di gantungan. Kalau masih tampak bersih. Dan jika sore atau malam kehabisan rokok, sudah tentu aku merogoh uang yang disimpan di saku depan celana yang digantung. Seingatku uang yang ditaruh dalam saku ada lima puluh ribu. Dua lembar dua puluh ribuan, dan selembar lagi sepuluh ribuan. Tapi saat kuambil, ternyata tinggal satu lembar yang sepuluh ribuan itu.
Aneh. Siapa yang ngambil? Di rumah hanya ada istriku dan dua orang anakku. Tapi aku tidak yakin kalau mereka berani mengambilnya. Selama dua puluh delapan tahun hidup bersama, istriku tidak pernah berani merogoh dompet atau saku baju dan celana. Sungguh. Begitu juga kedua anak kami. Selain masih kecil, juga selalu diajari, kalau butuh sesuatu jangan pernah mengambil tanpa ijin. Apalagi pakaian yang bekas dipakai, aku gantung di kamar terpisah. Di kamar depan, yang berfungsi sebagai kamar baca dan tempat bekerja.
Waktu itu aku mencoba merogoh saku lain di celana itu. Tidak ada. Begitu juga di saku jaket dan baju, sama juga. Yah, ahirnya aku mengalah. Mungkin jatuh di jalan. Pikirku.
Akan tetapi, kejadian seperti itu aku alami berulang kali. dan yang terahir sore tadi. Aku masih ingat. Tadi siang di kantong celanaku ada kembalian sebesar dua puluh lima ribu rupiah. Dua lembar sepuluh ribuan, dan satu lembar lima ribuan. Sama kembalian membeli bensin di SPBU. Dan sewaktu akan menulis, ternyata rokok telah habis. Maka kurogoh saku celanaku itu. Maksudku akan ke warung untuk membeli rokok. Sungguh, ternyata dalam saku hanya ada selembar yang  lima ribuan.
Di warung aku bertemu dengan beberapa tetangga. Lalu aku ceritakan kejadian yang dialami selama ini. Ternyata merekapun sama juga. Sering mengalami kejadian serupa. Kehilangan uang di dalam sakunya. Dan seorang dari mereka mengatakan, kalau uang yang hilang itu diambil oleh tuyul yang sering berkeliaran di sekitar kampung kami.
Malahan dia bersaksi, kalau di suatu malam pernah melihat dengan mata kepala sendiri. Di rumahnya ada anak kecil berkulit hitam sedang bermain-main dekat kotak kaca akuarium. Konon anak kecil itu seukuran boneka. Dan ketika mengetahui pemiliki rumah mendekatinya, bocah kecil berkulit hitam itu menyelinap dan berlari entah kemana.
Hal itu dikuatkan oleh keterangan tetangga yang lain. Malahan tetangga yang satu ini punya pengalaman dengan makhluk berujud bocah kecil, berkulit hitam, dan bernama tuyul ini.
Sekitar delapan tahun lalu dia mengaku, di saat usahanya sedang jatuh bangkrut, dia pernah memelihara tuyul.  Katanya tuyul itu dibeli dari daerah Majenang, Jawa Tengah. Dari kampung kami, tetanggaku itu diantar oleh seseorang yang telah mengetahui banyak seluk-beluk tentang tuyul  menuju daerah tersebut.
Di Majenang, tetanggaku dipertemukan dengan seseorang yang ‘memperdagangkan’ makhluk pencuri uang itu. Harganya Rp 1 juta per ekornya…. Eh, per tuyulnya! Konon dia bisa memilih tuyul yang disukainya. Setelah cocok dengan pilihannya, tetanggaku membayar harga yang telah ditentukan. Kemudian diberi syarat tertentu agar dapat melihat, dan berkomunikasi dengan peliharaannya itu.
Hanya entah bagaimana, setelah berulang kali tuyulnya itu disuruh untuk mengambil uang milik orang, ternyata selalu menolaknya. Maka tetanggaku itu pun menjadi pusing tujuh keliling. Sudah berkorban  satu juta rupiah, boro-boro kembali modal, malah saban hari harus terus membeli mainan yang disukai tuyul itu.
Tetanggaku itu, akunya, suatu hari sudah kehilangan kesabarannya. Di depan salah seorang tetangga, yang saat bercerita kebetulan juga ada, dan diapun waktu itu dapat melihat tuyul piaraan temannya setelah sebelumnya disuruh memegang benda, yang dibawa dari tempat penjualan tuyul di Majenang, kemudian oleh pemiliknya tuyul itupun ditendang. Dan langsung menghilang, sampai sekarang  tidak pernah lagi datang.
Dalam hati aku belum yakin dengan omongan tetanggaku itu. Sungguh. Apa betul di kampungku ada tuyul yang suka mengambil uang milik orang? ***
Cigupit, 2012/05/10
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H