Dalam proyek pengadaan kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP) tahun anggaran 2011-2012 senilai Rp 5,9 triliun, Â berdasarkan temuan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) diduga terdapat kebocoran sebesar Rp 2,3 triliun.
Hasilnya sejak 2014 lalu komisi antirasuah sudah menetapkan Sugiharto, mantan Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan Ditjen Dukcapil Kemendagri, sebagai tersangka. Selanjutnya pada 2016, KPK memberikan status tersangka kepada mantan Dirjen Dukcapil Kemendagri Irman.
Beberapa waktu lalu (3/3/2017), ketua KPK, Agus Raharjo, di Istana Negara, mengungkapkan dalam kasus e-KTP tersebut bakal diduga kuat melibatkan nama-nama besar.
Nama-nama besar itu, lanjut Agus, dapat publik lihat dan dengar langsung dalam persidangan perkara itu.
Sedangkan sidang perkara itu sendiri akan digelar di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Jakarta, dalam waktu dekat ini. Saat ini, pengadilan masih menentukan komposisi majelis hakim yang menyidangkan perkara tersebut.
Meskipun ketika itu Agus berharap tidak terjadi guncangan politik di negeri ini, tokh di dalam kenyataannya tetap saja telah menimbulkan beragam dugaan, maupun opini serupa spekulasi di kalangan publik seraya menanti dengan harap-harap cemas siapa dan apa yang kelak bakal terjadi. Â
Sementara yang paling jelas kentara setelah munculnya pernyataan Ketua KPK tadi, sudah barang tentu  timbulnya keresahan di kalangan elit sendiri. Bahkan salah seorang politisi Partai Golkar, Yories Raweyai, mengungkapkan pihaknya sangat merasakan dampak dari pernyataan ketua komisi antirasuah itu.
Demikian juga halnya dengan anggota DPR RI periode 2009-2014, khususnya bagi mereka yang berada di Komisi II (dua), tidak menutup kemungkinan juga hatinya sedang dilanda kecemasan dan gundah-gulana. Jangan-jangan ikut juga menikmati ‘bancakan’ proyek yang ternyata di kemudian hari diduga sebagian besar telah dikorupsi.
Mata publik pun kemudian mengerling pada Gubernur DKI Jakarta, Basuki T. Purnama. Karena ketika itu, terdakwa penodaan agama, dan juga yang sekarang sedang menghadapi pertarungan di ajang Pilkada DKI Jakarta putaran dua, ini merupakan salah seorang anggota DPR RI dari Fraksi Partai Golkar, dan kebetulan berada di komisi II (dua), yang notabene salah satu fungsinya mengawasi Kementerian Dalam Negeri.
Akan tetapi, hingga kini, dari sekian banyaknya anggota parlemen dari Senayan yang dikabarkan telah mengembalikan uang ‘bancakan’ korupsi e-KTP tersebut, tidak terdapat nama Basuki T. Purnama. Malahan saat ditanya wartawan seputar masalah itu, Ahok menjawab. "Enggak tahu saya. (Kalau) cuma daftar terima (duit korupsi) e-ktp atau daftar anggota Komisi II DPR, masukin daftar situ kan bisa saja," ujarnya.
Lain halnya dengan Setya Novanto. Ketua DPR RI ini telah dua kali dipanggil KPK dalam kapasitasnya sebagai saksi. Sedangkan jauh hari sebelumnya, Setnov - nama panggilan Ketua Umum Partai Golkar, ini disebut Nazarudin, mantan Bendahara Partai Demokrat, ikut mendapat jatah dari mengemplang uang proyek tersebut.