Tak syak lagi. Di dalam politik memang tidak ada yang kekal dan abadi. Segalanya begitu nisbi. Baik perseteruan atau juga perkoalisian. Dan yang abadi hanya satu tujuan, untuk mendapatkan kekuasaan. Itu saja. Lain tidak.
Sebagaimana halnya dengan Presidential Threshold (PT), atau ambang batas pencalonan pasangan presiden dan  wakil presiden, yang belakangan ini ramai diperbincangkan.Â
Terlebih lagi dengan sikap partai Demokrat yang tampak sangat ngotot agar ambang batas tersebut diturunkan hingga 0 persen.
Publik pun semakin yakin. Sikap parpol yang sekarang ini dipimpin oleh Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), menjadi presentasi bahwa keluarga Cikeas begitu berhasrat untuk memegang kendali kekuasaan - sebagaimana pernah sepuluh tahun lamanya dipimpin  SBY - di negara ini.
Demikian juga publik pun sudah mengetahui, dan menilai, bahwa ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden sebesar 20 persen ditetapkan tahun 2009 lalu. Diinisiasi oleh partainya SBY sendiri yang saat itu tengah berkuasa.
Sungguh. Sungguh-sungguh menggelikan memang. Dulu pihaknya yang menentukan. Sekarang pihaknya pula yang berteriak-teriak supaya diturunkan.
Sehingga hal itu tidak luput dengan celotehan yang menyebutkan, dulu begitu pongah, tapi sekarang begitu resah dan gelisah.
Padahal seharusnya tidak boleh resah dan gelisah. Apa lagi bapak dan anak adalah mantan prajurit TNI. Sebaliknya justru berjuanglah untuk meningkatkan elektabilitas partainya, seperti 2009 lalu. Bagaimana cara untuk mendapatkan dukungan dengan sikap yang elegan, bukan dengan tipu-daya. Lantaran cara licik itu sudah kadaluarsa.
Atau jangan-jangan jiwa ksatrianya sudah luntur. Tergerus oleh ambisi yang tak terbendung lagi. Di mata dan di dalam dadanya hanya terfokus pada kursi empuk sebagai orang nomor satu di negeri ini.
Sehingga saking berambisinya sampai lupa untuk bercermin, melihat bayangan diri sendiri. Bahkan ludah sendiri pun dijilatinya kembali.