Kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang mengakibatkan korban meninggal dunia, baru-baru ini kembali terjadi di Cianjur, Jawa Barat.Â
Diduga karena dipicu rasa cemburu yang berlebihan, pelaku yang diketahui bernama Abdul Latif, warga negara Arab Saudi, tanpa berpikir panjang telah menyiram Sarah, istri yang baru 1,5 bulan dinikahi, dengan air keras, sampai menimbulkan 80 persen luka bakar pada tubuh korban, sehingga akhirnya nyawanya tidak tertolong lagi.
Adapun pernikahan warga negara Arab Saudi dengan perempuan asal Cianjur itu, kemudian diketahui  merupakan suatu pernikahan yang dikenal dengan istilah kawin kontrak.
Sementara sebutan kawin kontrak itu diduga kuat identik dengan istilah yang dikenal di dalam agama Islam dengan istilah nikah mut'ah.
Sebagaimana dijelaskan salah seorang cendekiawan Muslim, yang juga pakar tafsir Al Quran, Quraisy Shihab, di dalam bukunya yang berjudul Mistik,Seks,dan Ibadah, bahwa mut'ah dalam pengertian bahasa adalah kenikmatan, kesenangan dan kelezatan.
 Sedangkan nikah mut'ah didefinisikan sebagai pernikahan dengan menetapkan batas waktu tertentu, hari atau bulan yang disepakati calon suami istri. Jika batas waktu itu berakhir, maka secara otomatis perceraian terjadi.
Demikian juga sebagimana dijelaskan dari riwayat dan hadits terkait nikah mut'ah. Konon Rasulullah Saw pernah membolehkan untuk melakukan nikah mut'ah tersebut, akan tetapi kemudian dengan pertimbangan mashlahat dan mudharat, atau baik-buruknya akibat dari nikah mut'ah tersebut, akhirnya berdasarkan hasil ijtima para ulama diputuskan untuk dilarang untuk dilakukan oleh setiap Muslim yang beriman. Hukumnya pun adalah haram.
Terlebih lagi dengan konteks pada zaman sekarang ini. Fenomena nikah mut'ah yang identik juga dengan kawin kontrak, semakin jelas akan keharamannya.Â
Sebab, jika ditinjau dari perspektif rukunnya, nikah mut'ah, atau kawin kontrak dipandang bathil karena ketiadaan saksi, wali, dan pembatasan masa nikah yang menjadikan nikah tidak sah.Â
Kalau pun ada saksi dan wali, tidak jarang para pelakunya adalah palsu. Quraish Shihab juga mengatakan, bahwa nikah mut'ah tidak sejalan dengan tujuan perkawinan yang diharapkan Alquran. Dalam hal ini, suatu pernikahan tentunya diharapkan langgeng, sehidup dan semati, bahkan sampai hari kiamat.