Bayangkan, ketika sopir angkot sedang fokus untuk mengejar setoran. Sementara kernetnya justru malah sibuk bercumbu dengan penjaga warung kopi, seorang gadis centil yang bergaya seronok di terminal.
Atau boleh juga dengan analogi yang lainnya. Tentang nyonya yang sibuk di dapur sedangkan asisten rumah tangganya justru sedang asyik sendiri menghadapi cermin di dalam kamarnya, yang tengah merias wajah agar tak kalah menor dari majikannya.
 Kira-kira apa yang kemudian bakal terjadi?
Bisa jadi si kernet, maupun si ART akan diomeli, bahkan dimarahi oleh sopir dan majikannya. Lantaran baik si kernet maupun si ART tidak fokus lagi dengan tugas utamanya. Bahkan tidak menutup kemungkinan, bila si kernet dan si ART selain tidak lagi memperhatikan pekerjaannya, keduanya pun sudah berselingkuh dengan uang yang belanja dan uang setoran yang dipegangnya justru digunakan untuk kepentingan dirinya.
Demikian juga dengan Presiden Joko Widodo manakala melihat para pembantunya yang karena tersanjung oleh elektabilitas hasil survei, lalu mendapat sambutan yang penuh euforia dari para kader pendukungnya, telah membuat yang bersangkutan (menteri yang ngebet nyapres) lupa dengan tugas yang saat ini sedang diembannya.Â
Bahkan sebaliknya posisi sebagai menteri yang identik dengan bagian dari kekuasaan, akan dijadikannya sebagai  modal untuk tebar pesona di tengah khalayak, dengan harapan elektabilitasnya akan semakin meningkat.Â
Terlebih lagi jika hatinya sudah dibalut jumawa lantaran punya kedudukan di luar kabinet yang lebih mentereng lagi, yaitu sebagai ketua umum partai yang berada di posisi dua dan tiga besar misalnya. Â Paling tidak diharapkan Jokowi akan keder menghadapinya.
Sudah bukan rahasia lagi di antara menteri dalam jajaran kabinet Jokowi-Ma'ruf Amin sudah ada yang terang benderang berminat untuk ikut adu nasib dalam perhelatan Pilpres 2024 mendatang.
Misalnya saja menteri koordinator bidang perekonomian, Airlangga Hartarto yang juga sebagai ketua umum partai Golkar. Meskipun berdasarkan hasil sigi lembaga survei Poltracking Indonesia elektabilitasnya 0,5 persen, bahkan sebelumnya di dalam survei Litbang Kompas sama sekali tidak termasuk dalam sepuluh besar, namun ambisi Airlangga sudah sulit untuk dihalangi.
 Demikian juga halnya dengan Prabowo Subianto, menteri Pertahanan, plus ketua umum partai Gerindra, hasrat untuk menduduki kursi RI 1, tampaknya masih tetap  menyala dalam dadanya. Meskipun usiany semakin beranjak renta, dan walaupun telah tiga kali menjadi pecundang, jiwa sebagai petarung sejati masih kuat tertanam dalam jiwanya. Terlebih lagi dengan elektabilitas yang berada di peringkat pertama dan kedua berdasarkan hasil sigi dua lembaga survei itu.