Jeritan Melati (bukan nama sebenarnya), memecah kesunyian malam, dan membuat neneknya yang tengah tidur terlelap di samping bocah perempuan berusia 10 tahun itu, tersentak bangun  dengan mendadak.
"Ada apa, Neng? Ada apa?" tanya Mak Omih (70), nenek Melati sambil kedua tangannya menggapai-gapai ke arah datangnya suara isak Melati yang tersendat-sendat dan seperti tertahan.
Penglihatan perempuan tua itu sejak lama telah mengalami gangguan memang. Meskipun tidak mengalami kebutaan total, tapi katarak keparat membuat benda-benda di sekitarnya hanya tampak samar-samar saja di dalam  penglihatannya.
Apalagi di kamar tidur itu suasananya begitu gelap, tidak ada seberkas cahaya sedikitpun. Karena memang setiap hendak berangkat tidur, bola lampu lima watt yang tergantung di atas tempat tidur selalu dimatikan.
Selain untuk menghemat biaya bulanan, kalau tidur dengan lampu menyala, aku Mak Omih, juga  tidak nyaman rasanya.
Selang beberapa saat kemudian, tangan sebelah kanan Mak Omih menyentuh kepala Melati. Sementara tangan kirinya menyusul jatuh di pundak cucunya itu.
Diraihnya tubuh Melati ke dalam dekapannya. Dirasakannya tubuh cucunya itu bergetar, dan dari mulut mungil Melati yang menyelusup dalam dadanya masih ada sedu-sedan tertahan.Â
"Kenapa, Neng. Mimpi buruk ya?" tanya Mak Omih sambil mengelus-elus punggung Melati dengan penuh kasih sayang.
Terasa kepala Melati menggeleng lemah. Sedangkan isak tangis yang tertahan masih saja terdengar dari mulut cucunya yang sejak bayi berusia empat bulan diurusnya itu.Â
Memang benar, sejak bayi Melati diurus oleh Mak Omih. Karena ibunya Melati telah meninggal dunia akibat penyakit jantung yang dideritanya. Sementara ayahnya beberapa bulan setelah istrinya meninggal dunia, kemudian menikah lagi dengan seorang janda tetangga sebelah rumah yang juga kebetulan ditinggal mati suaminya.
"Kalau bukan karena mimpi buruk, lalu karena apa? Ngompol ya?"Mak Omih kembali bertanya sambil menebak-nebak apa yang terjadi.