Salah satu momen saat lebaran yang tak pernah terlewatkan, adalah bersalam-salaman, atau berjabat tangan dengan setiap orang. Tak perduli dengan yang kita  kenal, atau orang asing yang kebetulan berpapasan di jalan.
Adapun tujuan dari bersalam-salaman, atau di kalangan pesantren lebih dikenal dengan istilah mushaafahah, adalah membersihkan diri dari segala dosa dan kesalahan.
Bukankah kata ustaz juga momen Iedul Fitri itu sendiri merupakan kembali pada kesucian yang hakiki.
Sedangkan bersalam-salaman pun gesturnya bermacam-macam.Â
Misalnya saja apabila bermaaf-maafan dengan sesama, atau teman, biasanya cukup saling mengulurkan sebelah tangan.Â
Tapi akan lain lagi bila kita bersalam-salaman dengan orang yang lebih tua, sudah selayaknya mengukurkan kedua belah tangan, dibarengi dengan gestur tubuh membungkuk. Sebagai sikap menghormati, tentu saja.
Terlebih lagi terhadap orang tua, dan guru. Sudah lazim dilakukan dengan sambil mencium punggung telapak tangan yang bersangkutan.
Bahkan ada juga seorang anak yang bermaaf-maafan kepada kedua orang tuanya dengan cara bersimpuh di lantai, sementara kedua orang tuanya duduk  berada di posisi lebih tinggi, dan biasanya di atas kursi.Â
Seraya memohon maaf, anaknya mencium tangan orang tuanya, dan tangan orang tuanya yang sebelah lagi memeluk anaknya itu.
Cara seperti itu biasanya masih berlaku pada budaya Jawa.
Tapi ada satu cara bersalam-salaman seseorang pada suatu saat lebaran, yang pernah saya temukan, dan hingga sekarang selalu dikenang.