Salah seorang guru menulisku yang ilmunya sampai sekarang begitu sulit dikuasai, ya, inilah orangnya. Godi Suwarna. Beliau adalah salah seorang penulis terkemuka, dan termasuk sasterawan Sunda yang karya-karyanya banyak mendapat penghargaan. Selain menulis puisi, carpon (Cerpen), dan novel, Ang Godi pun banyak menulis lakon drama.
Kenapa aku sebut ilmu kepenulisan Ang (Aang, artinya Kakak) Godi Suwarna dianggap memiliki tingkat kesulitan lumayan tinggi? Hal itu lantaran tulisannya dalam bentuk cerpen, dan novel - apalagi puisi, selain cenderung bergaya absurd, juga karena walaupun bahasa Sunda yang mendominasi sebagian besar karyanya termasuk bahasa ibu,dan digunakan dalam keseharianku, namun sampai sekarang aku belum juga bisa menguasainya dengan sebaik-baiknya.Â
Sungguh. Bila dibandingkan dengan bahasa Indonesia,atau juga bahasa Inggris misalnya, aku tetap saja akan menyebut bahasa Sunda sebagai bahasa yang memiliki kesulitan paling tinggi dalam mempelajarinya.Â
Betapa tidak, karena di samping ragam dan kelas kata yang begitubanyaknya, juga dengan adanya sebuah kata yang sama tapi berbeda penggunaanya bagi orang pertama, orang kedua, maupun bagi orang yang patut dihormati, untuk sesama, dan orang yang stratanya (identik dengan kasta barangkali) lebih rendah, tentunya membutuhkan ruang dan waktu khusus yang cukup lama juga.
Tapi terlepas dari itu, aku begitu menikmati karya-karyanya. Terlebih lagi sikap Ang Godi yang rendah hati, ramah, dan punya sense of banyol (humor) tingkat dewa, meskipun kami jarang bertatap muka, akan tetapi aku sendiri merasa begitu dekat dan akrab saja dengan sosok sasterawan Sunda yang satu ini.
Terlebih lagi dengan adanya media sosial, terutama Facebook, komunikasi masih tetap terkoneksi, dan aku sendiri semakin menikmati tulisan-tulisannya yang cukup panjang, tapi bernas di beranda akunnya.
Bahkan di bulan Ramadhan ini, selain banyak menampilkan status berupa pengalaman batin dalam bentuk puisi dan esai, Ang Godi Suwarna pun di awal bulan puasa telah menyelenggarakan lomba baca puisi melalui tayangan video  dengan berhadiah uang yang nilainya jutaan rupiah bagi pemenangnya. Dan meskipun aku sendiri tidak turut serta sebagai patandang (peserta), namun melalui video peserta yang tampil sebagai pemenang lomba tersebut, aku bisa belajar banyak bagaimana cara membaca puisi.Terlebih lagi Ang Godi Suwarna sendiri banyak memberikan tuntunannya.
Sehingga dengan banyak menyimak kegiatan Ang Godi Suwarna di setiap sore hari, atawa dengan kata lain ngabuburit asyik dengan caraku sendiri ini, menunggu waktu magrib untuk berbuka puasa pun tak terasa lama lagi.
Selain itu, boleh jadi juga pitutur (kata-kata) yang ditulis di berandanya, banyak memberikan ilham bagiku, paling tidak agar saban hari aku harus tetap belajar menulis.
Benar. Belajar menulis tokh tidak harus melalui bangku sekolah saja. Terlebih lagi di musim pandemi virus corona sekarang ini,ditambah lagiusiaku yang tidak muda lagi. Belajar dari rumah secara online dan gratisan dengan caraku ini pun sungguh besar artinya.
Hatur nuhun, Ang! ***