Perseteruan antara Menko Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut B. Panjaitan (LBP)  dengan mantan Sekretaris Kementerian BUMN, M. Said Didu (MSD), sepertinya akan bertambah seru. Lantaran ancaman pihak Luhut apabila dalam 2 x 24 jam tidak minta maaf, maka pihaknya akan menempuh jalur hukum sesuai perundang-undangan yang berlaku, sama sekali tak dihiraukan oleh MSD.Â
Bahkan MSD malah  menolak untuk melakukan permintaan maaf terkait pernyataannya melalui video di kanal  You Tube yang berjudul "MSD: LUHUT HANYA PIKIRKAN UANG, UANG, DAN UANG" yang diunggah perdana, Rabu (28/3/2020), dianggap pihak LBP sebagai pencemaran nama baik.
Apabila dihitung sejak ancaman pihak LBP yang disampaikan juru bicaranya, Jodi Mahardi, secara tertulis pada Jumat (3/4/2020) sampai sekarang ini, Senin (6/4/2020), berarti  sudah lewat satu hari  dari  waktu yang telah ditetapkannya itu.Â
Pertanyaannya, apabila MSD merasa tidak bersalah, dan enggan untuk meminta maaf, karena dirinya semata-mata hendak menegakkan kebenaran dan membongkar tabir kebohongan para penguasa, apakah pihak LBP akan membuktikan ancamannya, menyeret MSD ke jalur hukum sebagaimana yang pernah diungkapkannya?
Itulah masalahnya. Di satu sisi perseteruan LBP dengan MSD sekarang ini, akan menjadi suatu hiburan tersendiri bagi publik yang tengah  didera kecemasan lantaran pandemi Virus Corona. Meskipun niat MSD  bertujuan untuk menegakkan kebenaran, namun sepertinya bukan pada waktu yang tepat.Â
Sebaliknya niat baik MSD justru malah terkesan dianggap sebagian pihak sebagai provokasi ke arah yang lebih gawat lagi. Paling tidak MSD telah mengganggu konsentrasi mereka yang sedang menanggulangi pandemi Covid-19 yang berbahaya belaka.Â
Sekiranya keadaan negara dan bangsa ini tidak sedang menghadapi keadaan darurat seperti saat ini, bisa jadi akan lain masalahnya. Bukankah kebebasan mengeluarkan pendapat merupakan hak setiap warga. apa lagi MSD pun siap untuk mempertanggungjawabkannya.
Demikian juga dengan sikap LBP yang langsung responsif terhadap pernyataan MSD tersebut, selain dianggap sebagai pejabat yang memiliki  kuping yang tipis, juga terkesan lebih memperhatikan urusan pribadinya daripada masalah yang tengah dihadapi bangsanya,  yang seharusnya dilayaninya dengan sepenuh hatinya.Â
Bukankah di dalam negara yang menganut sistem demokrasi pemerintah itu adalah pelayan bagi rakyatnya?
Sehingga betapa tidak lucunya seorang pejabat setingkat menko berseteru dengan seorang mantan sekretaris kementerian manakala pejabat lainnya sibuk memusatkan perhatian agar pandemi penyakit yang telan menelan banyak korban itu segera berakhir di negeri ini.
Sementara di sisi lain, sikap keukeuh MSD dan LBP yang merasa memiliki argumentasi kuat terhadap pendapatnya masing-masing, sepertinya hanyalah menunjukkan sebagai sosok yang memiliki ego tinggi belaka. Terlebih lagi LBP merasa sedang berada di posisi sebagai bagian dari penguasa negeri ini, dan MSD sendiri dianggap sebagai mantan pejabat negara yang memiliki dendam karena merasa terbuang.