Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP), Susi Pudjiastuti, merasa gundah dan kecewa atas pernyataan Ketua Komisi Pemangku-Kepentingan dan Konsultasi Publik Kementerian Kelautan dan Perikanan (KP2-KKP), Effendi Gazali, yang dianggapnya seakan-akan mendukung ekspor benih lobster -- sebagaimana sebelumnya pernah diwacanakan Edhy Prabowo.
Lewat akun pribadi Twitternya pada Selasa, 11 Februari lalu, Susi mengunggah sebuah video yang berisi pernyataan Effendi. Dalam video itu Effendi menyebut bahwa kondisi bibit lobster saat ini masih aman dari ancaman kepunahan.
Susi pun mengomentari pernyataan tersebut, Â "Keilmuan tinggi seorang guru besar, Doctor, dalam menjustifikasi/memperlihatkan/meninggikan/membenarkan ignorances (ketidakpedulian) untuk Pembenaran Ekspor Bibit Lobster. Saya tidak berilmu dan saya berduka," ungkapnya.
Sikap Susi yang keukeuh tidak menyetujui ekspor bibit lobster, bukan hanya sekarang ini saja. Sejak penggantinya di KKP, Edhy Prabowo, mewacanakan hal tersebut, pemilik maskapai penerbangan Susi Air itu menentangnya dengan tegas.
Mengutip artikel dalam laman resmi KKP disebutkan bahwa salah satu alasan Susi melarang ekspor benih lobster adalah untuk meningkatkan nilai tambah dari lobster itu sendiri sebelum diperjualbelikan di pasar global. Selain itu, Susi ingin populasi lobster dapat tumbuh berkelanjutan di laut Indonesia sebelum terjadi kelangkaan.
Untuk itu, tak hanya melarang ekspor, Permen KP nomor 1 Tahun 2015 yang diteken Susi juga melarang segala bentuk penangkapan benih lobster.
Sebab, selama ini, penangkapan benih lobster malah menguntungkan bagi negara tetangga terutama Vietnam. Masyarakat yang diizinkan menangkap benih lobster akan menjual benih lobster ke negara lain, lalu diekspor oleh negara tersebut dengan nilai lebih tinggi dari yang dijual oleh Indonesia.
Vietnam sering diuntungkan jika mendapat pasokan benih lobster dari Indonesia. Angka ekspor Vietnam mencapai 1.000 ton per tahun, sementara Indonesia hanya dapat ekspor 300 ton per tahun.
Selain itu, bisa jadi Susi menilai, walaupun Indonesia ini memiliki wilayah laut seluas 3,25 juta kilometer persegi, dan 2.55 juta km2 zona ekonomi eksklusif (ZEE), dengan kekayaan lautnya yang melimpah-ruah, akan tetapi apabila dieksploitasi terus-menerus, selain akan terkuras habis, lingkungannya pun -- tentu saja akan mengalami kerusakan.
Dengan kata lain, Susi lebih menitikberatkan nasib masa depan generasi penerus bangsa, serta menjaga kelestarian lingkungan yang berkesinambungan.
Hal itu berangkat dari pengalaman. Selama ini pada umumnya bangsa Indonesia cenderung tidak peduli terhadap pelestarian lingkungan. Bahkan boleh dikata serakah dan tamak. Kekayaan alam di sekitarnya dikuras hanya demi memenuhi syahwatnya sendiri, padahal kekayaan sumber daya alam berupa flora dan fauna, maupun minerba baik di daratan maupun di lautan, suatu saat akan punah juga apabila tiada hentinya dikeruk tanpa menjaga keseimbangan alam itu sendiri.