Mohon tunggu...
Adjat R. Sudradjat
Adjat R. Sudradjat Mohon Tunggu... Penulis - Panggil saya Kang Adjat saja

Meskipun sudah tidak muda, tapi semangat untuk terus berkarya dan memberi manfaat masih menyala dalam diri seorang tua

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Pendukung ISIS, di Antara HAM dan Bukti Kewarganegaraan

7 Februari 2020   22:31 Diperbarui: 7 Februari 2020   23:05 482
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mantan WNI pendukung ISIS (Sumber: bbc.com)

Wacana pemulangan para pendukung ISIS asal Indonesia masih terus bergema. Dalam pemberitaan di media, juga di tengah percakapan pengisi waktu luang dengan tetangga. Hanya saja yang jelas, permasalahannya mengerucut kepada pro dan kontra.

Mereka yang setuju untuk memulangkan kombatan negara Islam di Irak dan Suriah itu berdalih karena faktor kemanusiaan. Selain mengacu pada dasar negara Indonesia sendiri yang berbunyi "Kemanusiaan yang adil dan beradab", dan dikaitkan lagi dengan hak asasi manusia yang diatur dalam Universal Declaration of Human Right.

Selain itu masih diembel-embeli dengan dalih, bahwa para pendukung ISIS, dan telah meninggalkan negara asalnya, Indonesia, dan menggabungkan diri di kawasan suriah dan Irak itu, masih dianggapnya sebagai warga negara Indonesia (?)

Okelah jika alasannya karena masalah kemanusiaan, masih bisa diterima. Akan tetapi tetap saja dengan catatan yang patut digarisbawahi.

Pertama, patut untuk diingat bahwa, mereka yang mendukung dan langsung menggabungkan diri dengan kelompok ISIS lantaran ingin mendapatkan better life. Kehidupan yang lebih baik. Bukan hanya dari aspek ekonomi melulu. Sebagaimana dijanjikan, seluruh kebutuhan hidupnya akan dijamin oleh negara. Kemudian apabila kelak matiakan dijamin masuk surga.

Akan tetapi, sebagaimana diakui salah seorang wanita asal Indonesia yang sampai saat ini masih tinggal di kamp penampungan, tujuannya adalah kehidupan yang lebih baik berdasarkan ideologi yang diyakininya. Apalagi jika bukan suatu kehidupan bernegara yang bedasarkan Quran dan hadist -- dengan kata lain, seperti yang ditafsirkan mereka dalam Quran surat al-Baqarah:  "Yaa ayyuhalladziina amanuu udkhuluu fii silmi kaffah".

Dalam hal itu saja, mereka jelas sudah menyepelekan Pancasila yang selama ini menjadi dasar negara Indonesia. Bahkan mereka menganggap Pancasila merupakan produk dari Thagut. Berhala -- yang wajib hukumnya untuk dibinasakan karena merusak kemurnian aqidah Islam belaka.

Lalu yang kedua, selain sudah berikrar untuk setia terhadap negara ISIS, mereka yang berbondong-bondong menjadi warga negara yang didirikan Abu Bakar al-Baghdadi itupun telah melenyapkan bukti kewarganegaraan asal mereka, yakni negara kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dengan cara beramai-ramai membakar paspornya  sendiri.

Dengan dua hal tersebut di atas, apakah masih pantas mereka disebut sebagai warga negara Indonesia?

Padahal dalam Undang-undang nomor 12 tahun 2006 tentang Kewarganegaraan, dijelaskan:

BAB IV KEHILANGAN KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun