"Mereka yang berkata bahwa, ganja itu berbahaya, hanyalah berdasarkan informasi saja. belum pernah sekalipun mencobanya. Padahal informasi itu belum tentu benar sahihnya. Itulah watak bangsa Indonesia ini. Bisanya hanya membebek belaka. Taqlid, kata ustaz namanya."
Hal itu diungkapkan seorang teman saya, seorang pemakai, dan pernah jadi pengedar ganja, gelek, cimeng, atawa sebutan lainnya, yakni jenis narkotika yang menurut undang-undang nomor 35 tahun 2009 Â masuk golongan 1 (satu). Artinya golongan yang paling berbahaya daripada jenis narkotika yang bernama Alfameprodina, Anileridina, atawa yang lainnya yang termasuk golongan 2 (dua).
Teman saya, maaf untuk menjaga privasi yang bersangkutan, saya tidak akan menyebutkan namanya secara gamblang, jadi pemakai ganja sejak duduk di bangku SMP. Walhasil sejak usia 13 tahun, dan baru berhenti 4 (empat) tahun lalu. Saat usianya menginjak 40 tahun. Wow, 27 tahun dia menjadi pemakai ganja yang setia. Paling tidak dalam satu hari dia menghabiskan satu sampai tiga linting untuk dihisapnya.
Suatu hal yang yang membuat saya takjub, selama itu belum pernah ada catatan medis yang memvonisnya mengidap suatu penyakit yang berbahaya. Tubuhnya sehat, bahkan kekar adanya.
Selama jadi pemakai pun belum pernah sekalipun ada catatan kriminal di kantor kepolisian. Karena tertangkap sedang mabuk (fly) misalnya, atawa berbuat tindak kriminal laiknya seorang yang mabuk karena usai menenggak minuman keras. Sama sekali tidak ada.
Kecuali satu kali dia berurusan dengan satnarkoba Polresta. Itu pun ketika dia coba-coba menjadi pengedar, karena memiliki stok yang melebihi kebutuhannya sendiri. Apa boleh buat, beberapa tahun jadi penghuni lapas.
Terlepas dari kebiasaannya memakai barang "haram" itu, dalam pergaulan di tengah masyarakat, ia pun bukanlah seorang brandalan tukang bikin onar, atawa paling tidak punya hobi tawuran. Tidak. Sebaliknya justru malah selalu tampil sebagai seorang panutan. Terutama di kalangan anak muda.
Demikian juga sikap welas-asihnya terhadap kaum dhuafa, terutama dari golongan lansia, selain senantiasa bersikap hormat, tak lupa dalam setiap kesempatan seringkali teman saya itu memberikan sedekah kepada mereka.
Sehingga karena hal itu juga, dalam pemilihan pejabat publik di daerahnya, teman saya itu didaulat warga untuk maju sebagai kontestan. Dan karena digadang-gadang menjadi kandidat pemimpin daerah juga, sampai akhirnya tampil sebagai pemenang, ia pun memutuskan untuk tidak lagi mengisap ganja--yang dianggapnya hanya sekedar untuk rekreasi dan relaksasi itu, secara total hingga sekarang.
"Apakah sekarang ini ada keinginan untuk mengisapnya kembali?" pancing saya.
Dia menggeleng dengan pasti.