Bagaimana pun video itu merupakan cermin perilaku PKS dan Gerindra selama ini demi memenangkan Anies-Sandi dalam pertarungan di Pilkada DKI Jakarta. Bukan hanya warga Jakarta, bisa jadi banyak masyarakat Indonesia pun ikut terperdaya oleh  politik busuk kedua parpol itu yang menggunakan isu SARA, fitnah, dan menghalalkan berbagai cara dalam mewujudkan ambisinya.
Bahkan omong kosong saja kalau Prabowo sekarang ini menyatakan NKRI harga mati. Apalagi bila Sohibul Imam menyebut video itu adalah provokativ, karena pihaknya telah merasa seperti itulah kelakukannya sendiri selama ini.
Karena PKS dengan Gerindra setali tiga wang, lain di mulut dan lain dalam kenyataannya. Publik pun sangat kesulitan untuk mempercayai setiap omongan yang keluar dari mulut kedua pimpinan parpol itu.
Salah satu bukti yang sulit dibantah lagi adalah munculnya spanduk penolakan menshalatkan jenasah pendukung paslon nomor urut dua, Ahok-Djarot, kemana saja Prabowo dan Sohibul Iman saat itu?
Suara keduanya sama sekali tak terdengar. Walhasil, kalau tokh tidak ada di belakangnya, paling tidak sudah merestui munculnya isu murahan yang merusak nilai kesucian agama Islam.
Bahkan sikap Fadli Zon yang selama ini seringkali berangkulan mesra dengan mereka yang dicap kelompok garis keras dan radikal, dan yang selalu menebar intoleran, merupakan bukti jika Gerindra adalah parpol lain di mulut lain di hati. Â
Oleh karena itu, tak salah bila banyak pihak yang memprediksi, kedua parpol itu eksistensinya akan semakin terpuruk dalam Pemilu 2019 mendatang apabila sikapnya dalam Pilkada DKI Jakarta sekarang ini saja masih tetap menggunakan isu SARA, intoleransi, dan sektarian dalam memenangkan pasangan calon yang didukungnya.***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H