Semua ungkapan Anies Baswedan tadi kemudian dituangkan dalam suatu wacana yang diberi label Merajut Tenun Kebangsaan. Buah pemikirannya itu pun semakin gencar digembar-gemborkannya saat yang bersangkutan diangkat Menteri Pendidikan dan Kebudayaan.
Sudah barang tentu bagi masyarakat Indonesia yang masih merindukan kedamaian dan ketenteraman dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, sepakat dan mendukung wacana yang disodorkan cucu seorang pahlawan kemerdekaan itu.
Bagaimanapun betapa pemikiran intelektual muda bernama Anies Rasyid Baswedan, begitu dalam dan gamblang tatkala menggali faham nasionalisme ala Indonesia tercinta ini. Bisa jadi hal itu telah menyatu dengan darah yang mengalir dalam sekujur tubuhnya, dan merasuk hingga ke dalam tulang sumsumnya.
Akan tetapi sekarang ini, pemikiran Anies Baswedan yang sebelumnya sudah menyatu dalam kesehariannya,  sangat bertolak belakang dengan tutur kata dan sikapnya manakala yang bersangkutan terjun bebas menjadi politikus dadakan  yang sedang berebut kekuasaan di DKI Jakarta.
Anies bersama pendukungnya ternyata telah mengoyak-ngoyak kembali tenun kebangsaan  yang memang dianggap sebelumnya pun telah koyak. Sehingga merupakan sesuatu yang teramat sulit lagi, bahkan mungkin menjadi yang mustahil lagi mimpi tenun kebangsaan itu hendak dirajutnya lagi dapat menjadi kenyataan.
Atau jangan-jangan memang demikian adanya, Anies hanyalah seorang yang pandai berwacana, sementara dalam realisasinya justru terbalik, bahkan dikoyak-koyaknya pula buah pemikirannya itu.
Maka tak salah lagi dengan yang pernah dikatakan Presiden Jokowi, saat ini demokrasi sudah kebablasan memang. Malahan sepertinya sudah lebih dari itu. Bisa jadi demokrasi di negeri ini sudah mati suri bila kejadiannya sudah seperti sekarang ini.***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H