Arab Saudi yang selama ini dikenal mengandalkan sebagian besar penerimaan negaranya dari minyak (85 persen), mengalami dampak yang signifikan akibat turunnya harga minyak di pasar dunia yang begitu tajam. Tercatat di tahun 2015 lalu, Arab Saudi mengalami defisit anggaran mencapai 366 miliar riyal atau 98 miliar dolar AS. Sementara pada 2016 mencapai 297 miliar riyal.
Sehingga tercatat dalam sejarah, negara yang dijuluki negara petrodolar, ini untuk pertama kalinya harus meminta pinjaman utang pada perbankan internasional sebesar 10 milyar dolar AS. Maka mau tidak mau, pemerintah Arab Saudi pun tidak melulu berkutat dengan minyak saja, selanjutnya untuk memperbaiki keuangan negerinya Arab Saudi melakukan terobosan di bidang  kenaikan pajak, penjualan aset negara, efisiensi pemerintahan, dan menaikkan investasi asing.
Akan tetapi terlepas dari itu, dari kunjungan Raja Salman, ini adalah suatu apresiasi bagi pemerintahan Presiden Jokowi. Bisa jadi hal ini merupakan suatu gebrakan Jokowi dalam politik luar negerinya, dan juga sebagai jawaban konkret terhadap tudingan pihak-pihak yang mengatakan Jokowi cenderung berkiblat ke negeri Cina, dan membiarkan berduyun-duyunnya ratusan ribu tenaga kerja ilegal asal negeri Tirai Bambu itu menyerbu negara kita.
Ah, jangan-jangan ada yang bilang pula kunjungan Raja Salman pun dituding sebagai pencitraan belaka... ***