Dalam acara debat Pilkada terahir, pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan Sandiaga S. Uno menjanjikan program cicilan rumah tanpa uang muka jika nanti terpilih.
Menurut paslon nomor urut tiga ini, masalah kepemilikan rumah masih terjadi di DKI Jakarta. Sekitar 30 persen warganya belum memiliki rumah. Dan mereka masih merasa kesulitan dalam mencicil rumah, karena tidak mampu membayar uang muka yang tinggi.
Dengan gaya khasnya, Anies menjelaskan, program tersebut akan terwujud melalui kerja sama dengan pihak perbankan, yakni Bank DKI.
Lebih jauh Anies memaparkan, Bank DKI menyediakan rekening bagi warga DKI Jakarta yang berniat mencicil rumah. Calon pembeli diwajibkan menabung selama enam bulan dengan saldo konsisten.
“Itu yang akan dikonversi menjadi pengganti uang muka,” kata mantan Mendikbud dalam Kabinet jokowi-JK tersebut.
Calon Gubernur nomor urut dua, Basuki T. Purnama, alias Ahok kemudian menyanggah program rivalnya sebagai sesuatu yang tidak mungkin dapat direalisasikan. Ahok menilai perbankan tidak akan memberikan izin cicilan 30 tahun karena batas terlama saat ini adalah 15 tahun. Ditambah lagi, cicilan selama 30 tahun berlangsung dalam beberapa kali masa kepemimpinan.
Begitu juga tanpa uang muka dan bunga serta dicicil selama 30 tahun yang dimaksud Anies, pembeli harus merogok kocek sebesar Rp 833 ribu per bulan. Sehingga masyarakat dengan gaji Rp 3 juta akan kesulitan bayar.
Kemudian sanggahan Ahok di-counter oleh calon Wakil Gubernurnya nomor urut tiga, Sandiaga, bahwa perbankan bisa memberikan pinjaman jangka panjang. Dengan begitu, uang tunai bisa ditekan. Dan masyarakat yang tadinya mimpi beli motor bisa naik kelas jadi punya rumah sendiri.
Terlepas dari perdebatan seru yang berlangsung di Hotel Bidakara, Jakarta Selatan, Jumat (10/2/2017) yang disiarkan beberapa stasiun televisi tersebut, saya termangu usai menyimak penjelasan Anies terkait cicilan rumah tanpa down payment (DP), tetapi calon pembeli diwajibkan menabung selama enam bulan dengan saldo konsisten.
Dalam benak, muncul pertanyaan. Apakah dengan menabung terlebih dahulu selama enam bulan, calon pembeli rumah benar-benar telah terbebas dari uang muka? Bukankah dengan membuka rekening di Bank DKI, dan selama enam bulan harus menabung dengan saldo konsisten itu sama juga dengan kata lain dari: Anda boleh memiliki rumah, tetapi harus ada jaminan sejumlah uang sesuai uang muka?
Apabila hal itu benar adanya, berarti sami mawon, atawa memang sama juga dengan uang muka. Bukankah untuk menyediakan uang muka pun, bagi masyarakat yang penghasilannya Rp 3 juta saban bulannya, bisa jadi selama ini pun untuk membayar uang cicilan rumah mereka harus menabung terlebih dahulu. Kecuali kalau mereka ujug-ujug ketiban bulan, dapat lotere misalnya, mungkin saja tidak perlu susah-payah menabung lagi.