Hari masih pagi ketika Pak Kades muncul di depan pintu.
“Habis dari mana, Pak, pagi-pagi blusukannya sudah sampai ke sini” kata saya usai bersalaman.
Meskipun usia Kades di desa kami masih tiga puluhan, dan pernah menjadi murid saya di sekolah dasar, tetapi sejak terpilih menjadi kepala desa saya harus membiasakan diri untuk memanggil Bapak. Bagaimanapun jabatan Kepala Desa identik sebagai pemimpin di desa kami, dan saya sebagai salah seorang warganya harus tetap menghormatinya sebagai orang nomor satu di desa kami.
“Dari rumah langsung ke sini,” katanya dengan muka serius. “Karena sudah lama tidak bertemu, sudah seharusnya saya yang masih muda ini bersilaturahmi ke sini. Selain bapak ini adalah guru yang membuat saya bisa membaca dan berhitung, bapak pun sudah saya anggap sebagai orang tua saya sendiri.”
“Di samping itu kedatangan saya ini juga karena saya mau meminta saran dan pendapat bapak dengan masalah yang sedang saya hadapi sekarang ini.”
“Lalu apa masalah yang bapak hadapi itu?”
Masalah yang dihadapi Pak Kades sekarang ini adalah adanya ketidakharmonisan di kantor desa antara sesama aparat desa yang menjadi anak buahnya. Misalnya saja antara Sekdes dengan Urusan Pemerintahan, selalu saja cekcok masalah pembuatan sertifikat tanah. Lalu Urusan Ekbang dengan Ulu-ulu masih saja besitegang masalah perbaikan saluran irigasi.
“Saya sudah berusaha mendamaikan mereka. Dengan duduk bersama, tentu saja. Tetapi entah mengapa, setelah selesai bersalaman, kembali saya mendengar lagi kabar mereka bersitegang lagi. Masih mending kalau di dalam kantor desa, adu mulut keduanya terjadi di depan orang banyak lagi. Saya pun mendengar peristiwa itu dari salah seorang warga.”
“Apa mungkin karena usia saya lebih muda dari anak buah saya, Pak. Sehingga memandang sepele terhadap saya ?” keluhnya.
Masalah yang dihadapi Pak Kades ini tampaknya tidak jauh berbeda dengan yang terjadi di dalam Kabinet Kerja Presiden Jokowi saja.
“Tidak di desa tidak pusat. Sepertinya sekarang ini sedang musimnya para aparat saling debat, merasa diri paling hebat. Jangan-jangan malah bisa jadi nantinya akan saling depak...” saya bergumam.