“Aduh, gimana Aden ini !” Si Bohim menepuk jidatnya sendiri, “Sikap Aden itu. menghadapi masalah ini pun sepertinya Aden perlu bersikap seperti menghadapi Marni dulu. Begitu. Aden pura-pura ikhlas, pura-pura menyayangi kedua orang tua Marni, ahirnya kan Marni dapat ditaklukan juga. Persoalan diawin tidaknya kan persoalan lain lagi.”
Pak Kadar terbahak. Dan merasa paham dengan maksud Si Bohim.
“Jadi sekarang aku harus mendekati RT. Malah harus palingsangat dekat dari yang paling dekat. Mendukung semua programnya. Bahkan kalau perlu aku harus mendukung dengan harta, tenaga, maupun pikiran untuk suksesnya semua program RT.”
“Apa boleh buat, Him. Untuk mengalahkan seorang musuh, sebaiknya tidak perlu dengan pertarungan, sepertinya dengan tipu-tipu seperti itu merupakan pilihan paling jitu...”
“betul-betul-betul...” Si Bohim mengacungkan kedua jempolnya.
***
Hanya saja niat Pak Kadar untuk mendekati Pak RT kemungkinan besar tidak akan kesampaian. Karena ketika majikan dengan pembantunya itu sedang asyik bicara, di belakang dangau yang memang terhalang dinding bambu, seorang gembala bebek dengan jelasnya mendengar semua pembicaraan keduanya.
Ada pun penggembala bebek itu merupakan pendukung setia Pak RT. Tanpa menunggu waktu lama lagi, sore harinya dia langsung bertandang ke rumah Pak RT. Menyampaikan hasil temuannya itu.
“Sebaiknya Bapak menolak kehadiran Pak Kadar bila nanti datang. Saya khawatir dengan niatnya itu.”
Pak RT tertawa.
“Orang yang datang ke rumah kita masa ditolak. Itu tidak baik. Sebagai tuan rumah aku akan menerimanya dengan tangan terbuka. Sementara untuk masalah selanjutnya, apalagi menyangkut hajat hidup orang banyak, lain lagi masalahnya , tentu saja.” ***