Mohon tunggu...
Adjat R. Sudradjat
Adjat R. Sudradjat Mohon Tunggu... Penulis - Panggil saya Kang Adjat saja

Meskipun sudah tidak muda, tapi semangat untuk terus berkarya dan memberi manfaat masih menyala dalam diri seorang tua

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Kado Tahun Baru itu Sungguh Mengecewakan, Pak Presiden...

25 Desember 2015   23:50 Diperbarui: 26 Desember 2015   00:17 1668
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Rencana pemerintah menurunkan harga BBM yang konon mulai berlaku efektif 5 Januari 2016, dianggap sebagai kado tahun baru pemerintahan Presiden Jokowi untuk rakyat. Adapun harga premium menjadi Rp 7.150 dan solar Rp 5.950. horee... Jokowi emang murah hati!

Akan tetapi ternyata “kado” itu tidak gratis lho. Lantaran pemerintah, sebagaimana yang disampaikan menteri ESDM, sudirman Said, akan memungut  dari setiap liter premium yang dibeli masyarakat Rp 200, dan dari setiap liter solar Rp 300 untuk mengembangkan energi terbarukan demi ketahanan energi. 

Ada pun alasan Sudirman Said untuk memungut dana ketahanan energi dari setiap liter premium dan solar yang dibeli masyarakat tersebut,  mengacu pada Undang-undang Nomor 30/2007 tentang Energi.

Hanya saja ternyata banyak pihak yang mempertanyakan kebijakan, dan membantah argumentasi Sudirman Said itu. Dalam UU tersebut tidak mengatakan dana ketahanan energi dapat diperoleh dari pungutan masyarakat ternyata. Dan justru melanggar Undang-undang. Lantaran  di dalam UU tersebut tidak mengatakan dana ketahanan energi dapat diperoleh dari pungutan masyarakat. Karena kebijakan itu lebih tepat jika dipungut dari kontraktor sebagai kompensasi kerusakan alam akibat eksplorasi energi.

Bahkan kalau boleh menambahkan, apakah rencana menteri ESDM itu sudah mendapat restu Presiden ? Selain itu,  biasanya kalau setiap kebijakan yang dianggap bakal membebani rakyat, sebelum diumumkan kepada publik , harus dibicarakan, dan juga harus mendapat persetujuan  DPR ?

Entahlah. Pertanyaan itu malah semakin memperjelas akan sepak-terjang seorang Sudirman Said yang dianggap kontrovesial belakangan ini. Skandal perpanjangan kontrak PT Freeport Indonesia di Papua terus bergulir.

Hal ini semakin panas pasca langkah Menteri ESDM Sudirman Said melaporkan Ketua DPR Setya Novanto (SN) ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD), terkait dugaan pencatutan nama Presiden dan Wakil Presiden untuk memuluskan keberlanjutan Kontrak Karya PTFI di Indonesia. Kemudian beredar dokumen berupa surat Menteri ESDM Sudirman Said terkait balasan atas permohonan perpanjangan kontrak dari PTFI pada 7 Oktober 2015.

Dalam suratnya, Menteri ESDM memberi ‘lampu hijau’ terhadap kelanjutan Kontrak Karya PTFI. Sebagaimana tertulis dalam surat itu, pada poin satu (1) tertulis; Sambil melanjutkan proses penyelesaian aspek legal dan regulasi, pada dasarnya PT Freeport Indonesia dapat terus melanjutkan kegiatan operasinya sesuai dengan Kontrak Karya hingga 30 Desember 2021,” tulis Sudirman dalam surat berlambang Garuda. Surat tersebut ditujukan kepada Chairman of the Board Freeport McMoRan Inc, Sdr James R Moffett.

Sebagaimana diketahui, surat Sudirman Said ini sempat menjadi perdebatan di DPR. Fraksi-fraksi di DPR menolak keras perpanjangan Kontrak Karya PT Freeport Indonesia karena sesuai peraturan perundang-undangan, pembicaraan ini baru bisa dilakukan 2 tahun sebelum kontrak berakhir pada 2021, yakni tahun 2019 mendatang. Namun, Menteri ESDM telah memulai prosesnya tahun ini.

Bahkan beredar kabar kalau surat menteri ESDM untuk PTFI itu tanpa sepengetahuan Presiden. Sehingga kalau memang hal itu tanpa diketahui Jokowi, maka artinya Sudirman Said bisa disebut sebagai penghianat. Karena sebelumnya publik pun tahu, Presiden jokowi sebelumnya mensyaratkan 5 prinsip tawaran baru kepada Freeport,  jika Freeport masih ingin beroperasi di Papua, antara lain royalti menjadi 6%, membereskan penanggulangan limbah tailing yang merusak lingkungan, memperbesar CSR bagi masyarakat dan lingkungan, pembangunan Smelter dan melakukan divestasi. 

Akan tetapi terlepas benar dan tidaknya, penilaian ahir tokh ada di tangan Presiden juga. Apalagi jika Presiden sudah berkomitmen dengan Trisakti dan Nawa Cita, ditambah lagi dengan ajakannya kepada jajaran kabinetnya untuk berlari di tahun 2016 nanti, tetap kudu eling lan waspodo. Jangan sampai diapusi menterinya sendiri.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun