Mohon tunggu...
Adjat R. Sudradjat
Adjat R. Sudradjat Mohon Tunggu... Penulis - Panggil saya Kang Adjat saja

Meskipun sudah tidak muda, tapi semangat untuk terus berkarya dan memberi manfaat masih menyala dalam diri seorang tua

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Tampaknya Pemerintah Punya Andil Besar dengan Maraknya Nikah Sirri

25 Desember 2012   23:37 Diperbarui: 24 Juni 2015   19:03 321
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

KALAU memang Peraturan Pemerintah nomor 51 Tahun 2000 masih berlaku, kemungkinan nikah sirri tidak akan marak terjadi di negeri ini. Betapa tidak. Khususnya bagi masyarakat golongan ekonomi lemah, dan terlepas dari mereka yang memiliki niat ganda di luar itu, biaya pencatatan nikah yang dipungut KUA (Kantor Urusan Agama) yang berkisar antara Rp 500 ribu – Rp 1 juta merupakan sesuatu yang: Wah! Sulit terjangkau dengan kondisi kantong yang kempes begini. Dan karena tidak dapat ditawar lagi.

Sehingga daripada berzina, yang memang diharamkan oleh agama, pilihan pun jatuh pada pernikahan secara agama saja. Yang penting memenuhi syarat sah rukun nikah yang sesuai dengan keyakinannya. Dan aturan perundang-undangan pun tak lagi dipedulikannya.

Mengapa biaya nikah begitu mahalnya? Entahlah. Karena yang jelas, berdasarkan PP Nomor 51 Tahun 2000, sebagaimana yang tercantum di bawah ini:

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 51 TAHUN 2000

TENTANG

TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK

YANG BERLAKU PADA DEPARTEMEN AGAMA

UMUM

Dalam rangka mengoptimalkan Penerimaan Negara Bukan Pajak guna menunjang pembangunan

nasional, Penerimaan Negara Bukan Pajak pada Departemen Agama sebagai salah satu sumber

penerimaan Negara perlu dikelola dan dimanfaatkan untuk peningkatan pelayanan kepada masyarakat.

Sehubungan dengan maksud tersebut dan untuk memenuhi ketentuan Undang-undang Nomor 20

Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak, maka dipandang perlu menetapkan Peraturan

Pemerintah tentang Tarif atas Jenis Penerimaan Negara bukan Pajak yang Berlaku pada Departemen

Agama.

PASAL DEMI PASAL

Pasal 1

Cukup jelas

Pasal 2

Cukup jelas

Pasal 4

Pengertian Kas Negara adalah sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun  1997

tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak.

Pasal 4

Cukup jelas

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3979

LAMPIRAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

NOMOR   : 51 TAHUN 2000

TANGGAL : 11 JULI 2000

TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK

YANG BERLAKU PADA DEPARTEMEN AGAMA

-----------------------------------------------------------------

JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK    SATUAN     TARIF (Rp)

-----------------------------------------------------------------

I. PENERIMAAN DARI PENYELENGGARAAN

JASA PENDIDIKAN PERGURUAN TINGGI

AGAMA

1. Biaya ujian masuk  per orang 50.000,00

2. SPT yang harus dibayar setiap Mahasiswa

a. Kategori I  per orang/     300.000,00

semester

b. Kategori II  per orang/     240.000,00

semester

c. Kategori III per orang/     180.000,00

semester

d. Kategori IV per orang/           0,00

semester II. PENERIMAAN DARI PERADILAN AGAMA

Biaya Kepaniteraan per perkara 26.000,00

III. PENERIMAAN DARI KANTOR URUSAN

AGAMA KECAMATAN

Biaya Pencatatan Nikah dan Rujuk per peristiwa 30.000,00

-----------------------------------------------------------------

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

ABDURRAHMAN WAHID

Kalau demikian, (Maaf) tudingan pun tak pelak lagi ditujukan pada Kementerian Agama (KUA)yang telah menggelembungkan biaya pernikahan yang begitu sakral, malah menjadi pengganjal. Dan muncul kembali pertanyaan: Selebihnya uang yang diterima dari mempelai pengantin itu dikemanakan? Bukankah mereka yang duduk di KUA, saban bulan menerima gaji dari negara ?

Maka jangan disalahkan kalau rakyat pun berprasangka bahwa Kementerian Agama merupakan sarangnya para koruptor yang seringkali berlindung di balik kitab suci. Dan jangan lagi menyalahkan masyarakat kalau nikah sirri tetap marak terjadi. ***

Gegerbeas, 25/12/2012

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun