Mohon tunggu...
Adjat R. Sudradjat
Adjat R. Sudradjat Mohon Tunggu... Penulis - Panggil saya Kang Adjat saja

Meskipun sudah tidak muda, tapi semangat untuk terus berkarya dan memberi manfaat masih menyala dalam diri seorang tua

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Itulah Bukti Kegagalan Pemerintah Sekarang

28 Februari 2012   14:12 Diperbarui: 25 Juni 2015   08:47 713
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

MENGAPA tidak, ada pameo  di kalangan serdadu: Tak pernah ada prajurit yang salah. Demikian juga dalam kecelakaan sebuah kapal, maka yang pertama dimintai pertanggungjawabannya adalah sang nakhoda. Maka apabila sekarang di negeri ini terus menerus diguncang berbagai kasus, siapa lagi yang mesti bertanggung jawab kalau bukan pemimpinnya (baca: Presiden).

Bahkan sebagaimana sering dikumandangkan oleh Presiden RI saat ini, DR. H. Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), bahwa dirinya akan berdiri di barisan terdepan dalam pemberantasan korupsi, dalam kenyataannya, di Direktorat Jenderal Pajak saja bukan hanya sekali ini saja karyawannya yang memperkaya diri dari mengembat uang rakyat itu.

Kasus mafia pajak yang dilakukan Suami istri, DW dan DA adalah mungkin yang ke-empat – yang terendus aparat. Sebelumnya adalah Bahasyim Asifie, bekas Kepala Kantor Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak Jakarta VII yang sekarang sudah divonis 12 tahun penjara. Disusul oleh  Denok Taviperiana, pegawai golongan III-D Ditjen Pajak yang terlibat kasus suap, dan kasusnya sendiri sekarang dihentikan. Yang ketiga, dan ini dianggap paling menggegerkan, adalah kasus yang dilakukan Gayus H. Tambunan, pegawai Bagian Penelaah Keberatan di Seksi Banding dan Gugatan Ditjen Pajak, dengan pangkat golongan III-A. Gayus sekarang divonis 7 tahun penjara, dan disusul dengan vonis lainnya, karena yang bersangkutan terjerat beberapa kasus, yaitu kasus penyuapan terhadap sejumlah anggota Polri, korupsi dan gratifikasi, pemalsuan paspor, dan penyuapan petugas penjara karena jalan-jalan saat dalam tahanan.

Dalam kasus yang terjadi di satu lembaga  ( Ditjen Pajak) saja, yang terjadi berulang kali, malahan kasus Gayus sendiri belum selesai, sudah muncul kasus lainnya .  Bahkan dalam kasus Gayus jilid I ditengarai terdapat sistem yang korup dalam bingkai penegakan hukum, sebagaimana terungkap dalam pledoi yang dibacakannya. Ini jelas merupakan pertanda lemahnya pengawasan di birokrasi negeri ini.

Belum lagi dengan kasus-kasus  korupsi di lembaga lain, seperti kasus Cek Pelawat dalam pemilihan Deputi Gubernur Senior BI, lalu kasus korupsi di Badan Anggaran DPR, demikian juga halnya dengan kasus Bank Century  yang tampak berlarut dan terkesan di-diam-kan, atau kasus dana PPID yang masih terus dibicarakan,bahkan di tubuh partai Demokrat sendiri yang notabene partainya SBY pun tak luput dijerat kasus pengemplangan duit rakyat.

Apakah seandainya rakyat menggugat, menuntut tanggung jawab terhadap pernyataan yang keluar dari mulutnya: Akan berdiri di barisan terdepan dalam pemberantasan korupsi, SBY masih akan tetap berkelit dengan ‘mengalihkan’ perhatian pada masalah lain, misalnya, atau sekedar mengeluarkan pernyataan: Turut bersedih atas masalah yang terjadi?

Inilah masalahnya.

Padahal sebagaimana dikatakan Romo Franz Magnis Suseno, Indonesia tidak butuh pemimpin yang loyo, dan hanya turut bersedih pada masalah yang menimpa rakyat, tanpa memberi solusi. Saat ini pemerintah tampak tidak berani dalam menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi masyarakat, seperti masalah pelanggaran HAM, dan masalah korupsi yang kian membabi buta.

Memang di saat sekarang ini, kita butuh seorang pemimpin yang punya nyali. Mampu bertindak tegas, dan menawarkan penyelesaian segala masalah yang menghalangi tujuan, sebagaimana dituangkan dalam UUD 1945, menuju Negara Kesatuan Indonesia yang adil dan makmur.

Sumber: Di sini

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun