Seorang tetangga, sebut saja Pian (30), dan saya biasa memanggilnya ditambah ‘Ujang’* di depan namanya, mengingat usianya lebih muda dari saya, dua hari yang lalu datang ke rumah saya. Semula saya mengira kedatangannya hanya sekedar bersilaturahmi saja seperti biasanya, apalagi sudah sebulan ini kami tidak bertemu. Karena memang Ujang Pian ini selama sebulan penuh di berjualan tahu di Jakarta. Akan tetapi ternyata dia membawa persoalan yang membuat saya cukup terkejut juga.
Betapa tidak. Seperti yang diutarakannya, pagi itu dia mengantarkan anak lelaki semata wayangnya yang baru duduk di bangku kelas satu SD ke sekolah. Karena sekembalinya dari Jakarta, Ujang Pian melihat anaknya tidak bersemangat sebagaimana biasanya. Kali ini tampaknya tidak mau pergi ke sekolah tanpa alasan yang jelas. Istrinya pun hanya menggelengkan kepala, saat ditanya persoalan tersebut. Sehingga dalam hatinya Jang Pian berniat untuk mencari tahu masalah anaknya itu kepada wali kelasnya di sekolah. Barangkali ada jawabannya yang jelas.
Alangkah terkejutnya Ujang Pian saat mendengar keterangan dari wali kelas anaknya. Konon anaknya dilaporkan oleh teman-temannya pernah ketahuan merokok di dalam WC ! Anak kelas satu SD. Dan saat wali kelas memanggil anak Ujang Pian untuk ditanya perihal laporan teman-temannya itu, dengan ketakutan anak Ujang Pian mengakui kalau dirinya memang merokok di dalam WC. Tetapi hal itu bukan kehendak dirinya sendiri, melainkan karena disuruh secara paksa, bahkan dengan diancam pula oleh beberapa siswa SMP (Catatan: SD tempat anak ujang Pian satu komplek dengan SMP memang. Penulis.).
Sebagai seorang ayah, masih muda lagi, mendengar penjelasan wali kelas anaknya itu, membuat hati Ujang Pian bergejolak panas, tentu saja. Bisa suasana seperti itu diketahui oleh wali kelas. Dikatakan wali kelas kepadaUjang Pian, permasalahan itu sudah dibicarakan dengan guru SMP. Hanya sayangnya sampai saat ini anak Ujang Pian sendiri tidak mau menunjukkan siapa siswa yang telah mem-bully-nya itu.
“Saya tidak rela, Kang, anak saya jadi korban bully. Bahkan karena masalah itu anak saya jadi tidak mau ke sekolah lagi. Saya harus bagimana, Kang ?”
“Kalau mengikuti kata hati, ingin rasanya saya mencari tahu sendiri, dan mehukum anak yang sudah kurang ajar terhadap anak saya itu dengan cara saya sendiri,” katanya dengan berapi-api. Dan saya tahu persis, siapa Ujang Pian ini. Sewaktu masih bujangan, dia dikenal sebagai salah seorang ‘jagoan’ kampung kami.
Sesaat saya terdiam.
“Sabar. Hati boleh panas, tapi usahakan kepala tetap dingin. Bagaimanapun tak ada masalah yang tidak akan selesai jika dihadapi dengan sikap yang tenang,” kata saya sedikit menasihatinya.
Tapi terus terang saja, saya kaget juga dengan cerita Ujang Pian ini. Selama ini tindakan bullying hanya saya baca di media, atau di dengar di pesawat televisi saja. Ternyata hal itu terjadi juga di kampung kami. Begitu cepatnya jaman berubah.
“Sebaiknya Ujang berusaha untuk mengorek anakmu agar mau menunjukkan anak yang telah mengancam dan menyuruhnya untuk merokok itu. Atau kalau bisa, coba bersama pihak sekolah, SD dan SMP, meminta anakmu untuk menunjukkan anak yang mem-bully-nya itu. Setelah ketahuan, kita serahkan saja kepada pihak sekolah untuk menindaklanjutinya,” saran saya sedikit panjang.
“Hanya saja saya berpesan, Ujang jangan sekali-kali bertindak anarkis. Ingat negara kita negara hukum. Serahkan saja kepada pihak sekolah. Atau kita temui orang tua oknum siswa itu. Lalu sampaikan duduk persoalannya dengan cara baik-baik, dan memintanya untuk tidak bertindak seperti itu lagi kepada anakmu, atau kepada anak siapapun juga. Kalau hal itu terjadi lagi, terpaksa kita laporkan saja kepada yang berwajib,” saya mewanti-wantinya... ***
*Ujang (Bah. Sunda) = sebutan sayang kepada anak lelaki, atau yang usianya lebih muda
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H