Mohon tunggu...
Adjat R. Sudradjat
Adjat R. Sudradjat Mohon Tunggu... Penulis - Panggil saya Kang Adjat saja

Meskipun sudah tidak muda, tapi semangat untuk terus berkarya dan memberi manfaat masih menyala dalam diri seorang tua

Selanjutnya

Tutup

Politik

Prabowo itu Sebenarnya Mendukung Jokowi

21 Maret 2014   04:09 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:41 699
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Gonjang-ganjing perseteruan Gerindra versus PDIP, dan Prabowo lawan Jokowi, belakangan ini menjadi konsumsi berita hangat yang dimuat, dan ditayangkan media. Akan tetapi terlepas dari semua itu, juga terlepas dari sikap Prabowo dan partainya yang begitu gencar menyerang, sementara pihak yang diserangnya adem-ayem dan senyam-senyum saja menanggapinya, ternyata pada hakikatnya kubu Prabowo sedang mendukung Jokowi untuk jadi Presiden.”

Mendengar pernyataan Si Akang, kami semua kaget juga dibuatnya, tentu saja. Betapa tidak, teman kami yang satu ini bisa-bisanya membuat sebuah teori antitesa dari fakta yang sebenarnya.

“Ah, Si Akang ini bagaimana bisa seorang Prabowo mendukung Jokowi yang jelas-jelas menjadi rivalnya ?” tanya Jang Dadang dengan nada lumayan sengit.

“Sesuatu yang mustahil rasanya, Kang, Prabowo yang temperamental, dan begitu ambisius, mau mendukung jokowi yang kerempeng dan dianggap Prabowo hanya bonekanya Megawati itu...” timpal Mang Koko sembari geleng-geleng kepala.

“Nah, inilah masalahnya. Sesungguhnya dalam politik segala sesuatu itu bisa saja terjadi. Dan gampang berubah. Coba saja lihat, yang semula kawan bisa saja tiba-tiba berubah menjadi lawan. Begitu juga sebaliknya. Seperti 2009 lalu. Megawati berpasangan dengan Prabowo, sebagai capres dan cawapres. Tapi kalah sama pasangan SBY – Boediono. Dan sekarang ini Prabowo maju sebagai capres yang diusung Gerindra, sementara PDIP menjagokan Jokowi. Hal seperti itu di alam demokrasi seperti sekarang ini sebenarnya sah-sah saja.

Tapi ingat dengan rekam-jejak dua kandidat berikut partainya masing-masing. PDIP boleh disebut sebagi parpol yang pernah meraup suara terbanyak dalam pemilu 1999 lalu. Dan dalam pemilu selanjutnya tidak pernah jauh dari posisi kedua dan ketiga. Berarti PDIP sudah memiliki posisi tawar yang lumayan besar. Demikian juga dengan ketua umumnya sendiri. Selain anak seorang Proklamator dan presiden pertama RI, Megawati pernah juga menduduki kursi wakil presiden dan kursi presiden di republik ini.

Begitupun dengan Jokowi sendiri. Terlepas dengan jabatan Walikota Solo maupun Gubernur DKI Jakarta yang dianggap tidak tuntas sesuai peraturan, tapi berbagai ‘gebrakan’ yang dilakukannya dalam mengemban tugas, begitu menarik perhatian banyak orang dari berbagai kalangan. Sehingga media pun tak henti-hentinya mem-blow up yang bersangkutan.

Akan halnya partai Gerindra berikut Prabowo sendiri sebagai nakhodanya, hingga saat ini tercatat di DPR hanya menduduki 26 kursi saja. Boleh dikata partai gurem. Lalu Prabowo sendiri yang hanya pensiunan perwira tinggi TNI, apa saja yang sudah diperbuatnya untuk bangsa ini ? Jabatan terahirnya sebagai Pangkostrad, tercatat banyak menimbulkan kontroversi. Mulai dari penculikan para aktivis yang dianggap merupakan pelanggaaran HAM - yang sampai sekarang tidak jelas pertanggungjawabannya, sampai isu rencana kudeta terhadap presiden Habibie, masih melekat kuat dalam ingatan bangsa ini.

Memang benar, dalam beberapa survey elektabitas Prabowo seringkali ada di peringkat kedua atau ketiga. Tapi belum pernah ‘kan ada di peringkat pertama. Lagi pula survey itu pun tidak akan menjadi jaminan yang bersangkutan akan meraih suara cukup signifikan.

Apalagi ditambah dengan caci-maki dan segala umpatan yang dilontarkannya terhadap Jokowi plus Megawati yang sudah dianggap kelewatan, sudah tentu akan merupakan bumerang bagi diri Prabowo berikut Gerindra sendiri.

Nah, masih ingat pilpres 2004, saat Megawati bersaing dengan SBY ? Ketika itu SBY habis menjadi bulan-bulanan Megawati dan PDIP. Bahkan SBY dianggap sebagai pengkhianat. Dan apa yang terjadi kemudian, simpati rakyat jatuh kepada SBY – dan ahirnya SBY yang tampil sebagai pemenang.

Bisa jadi sekarang ini sejarah akan terulang. Jokowi dan PDIP jadi bulan-bulanan Prabowo. Dia menghina dan menista rivalnya. Sementara Jokowi sendiri tenang-tenang saja. Malahan terkesan tidak menanggapinya. Sehingga rakyatpun akan bersikap seperti 2004 lalu. Bersimpati kepada pihak yang teraniaya.

“Begitu,” kata Si Akang sambil mengambil gelas kopinya yang sudah hampir dingin itu.

“Dengan kata lain, serangan Prabowo terhadap jokowi justru akan menguntungkan Jokowi sendiri, Kang ?” tanya Jang Pian yang sejak tadi diam.

“Kurang-lebih begitu kira-kira... Tokh biasanya mata bangsa kita ini sudah biasa jatuh iba kepada orang yang teraniaya...” ***

- Serial Obrolan di Warung kopi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun