Sungguh. Saya sungguh-sungguh kaget dibuatnya membaca berita yang berjudul Jokowi Sebut Menteri Susi Pudjiastuti “Orang Gila”. Tapi setelah dibaca isinya dengan cermat, barulah saya ‘ngeh’. Ternyata bukan ‘gila’ dalam arti sebenarnya. Bukan mengidap psikopat, atawa skizofrenia. Melainkan dalam arti out of the box. Lebih kurang maknanya adalah suka membuat ide-ide kreatif yang tidak biasa.
Padahal Susi tokh hanyalah tamatan SMP saja. Itu berarti sosok perempuan kelahiran Pangandaran, Jawa Barat 15 Januari 1965 ini memiliki isi kepala yang cemerlang. Terbukti dengan keuletan dan kegigihannya, dalam kurun sekitar 30 tahun saja dia mampu mendirikan kerajaan bisnisnya.
Saya pribadi dibuat takjub ketika menyaksikan dia berbicara di depan wartawan. Tidak tampak sedikitpun ada kegagapan. Malahan begitu enak didengar, dan mudah untuk difahamkan. Sehingga bila dibandingkan dengan mereka yang menyandang gelar akademis yang seabrek saja – yang terkadang bicaranya tidak jelas, ditambah juga dengan selalu melihat teksbook, saya berani untuk mengadunya.
Apalagi sejak dilantik kemarin hingga saat ini – dalam kurun hitungan hari saja, Susi telah membuat beberapa ‘gebrakan’ dalam melaksanakan gawe nyata di Kementerian Kelautan dan Perikanan yang berada di bawah kendalinya. Salah satunya dengan upaya untuk mendata dan mengawasi jumlah kapal penangkap ikan yang melaut di perairan Indonesia.
Hal tersebut terkait dengan illegal fishing yang terjadi selama ini memang. Di samping itu juga memberi ruang kepada para nelayan kecil yang menurut Susi dianggap masih termarjinalkan. Artinya dalam hal ini Susi di satu sisi termasuk Menteri yang memang pro rakyat, dan di sisi lain dirinya memiliki ambisi untuk mengembangkan potensi laut untuk meningkatkan devisa negara.
Jadi terlalu naif bagi mereka yang meremehkan, dan begitu sinis terhadap kemampuan Menteri yang satu ini. Apalagi ada di antara yang menyebut ‘ngaco’ pada Jokowi terkait pengangkatan Susi adalah seorang ‘pakar’ dengan gelar akademis yang segudang. Padahal ungkapan ‘ngaco’ yang terlontar dari mulutnya saja, dianggap anak kecil sebagai sesuatu yang tidak pantas keluar dari mulut seorang berpendidikan tinggi.
Sehingga akan lebih arif lagi jika sebelum mengkritik, meremehkan, dan menghujat seseorang, lihat dulu dengan cermat rekam jejaknya. Bukankah begitu yang diajarkan di bangku sekolahan ?
Susi memang ‘gila’, cuek, eksentrik, dan sekolahnya hanya tamat SMP saja. Tapi paling tidak Susi telah sukses dalam kehidupannya, khususnya dalam segi ekonomi – tentu saja. Malahan dia pun kabarnya memiliki sekolah juga. Sekolah yang mendidik calon penerbang.
Sebetulnya kalau bicara masalah pendidikan para pejabat di negeri ini, sebetulnya masih mendingan Susi Pudjiastuti. Coba tengok almarhum Wakil Presiden ke-3, Adam Malik. Sekolah formalnya hanya sampai HIS (Hollandsch-Inlandsche School) saja. Kalau sekarang setara dengan SD. Tapi karena beliau ulet dan gigih dalam hidupnya, meskipun sekolahan rendah saja bisa juga jadi orang ke-2 di Republik indonesia ini.
Tetapi bukan berarti saya sendiri tidak menghargai pendidikan. Bukan. Apalagi bagi orang-orang kebanyakan, seperti saya ini. Pendidikan itu sesuatu yang wajib hukumnya. Hanya saja sepertinya bukan hanya di bangku sekolahan, dalam kehidupan sehari-hari saja sebetulnya banyak pelajaran yang dapat kita petik untuk bekal hidup ini.
Seperti membaca biografi Susi Pudjiastui dan Adam Malik misalnya. Paling tidak kita tahu bahwa untuk mencapai sesuatu yang dicita-citakan, modalnya adalah tekun, ulet, dan gigih.
Gitu aja koq repot... ***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H