Mohon tunggu...
Adjat R. Sudradjat
Adjat R. Sudradjat Mohon Tunggu... Penulis - Panggil saya Kang Adjat saja

Meskipun sudah tidak muda, tapi semangat untuk terus berkarya dan memberi manfaat masih menyala dalam diri seorang tua

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Amien Rais, Dulu Dipuja Sebagai Tokoh Reformasi Sekarang Malah Diteror dan Di-bully

7 November 2014   04:53 Diperbarui: 17 Juni 2015   18:25 1481
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Kutempuh jalan-jalan lengang, derita-Mu
menghadang
Demikian tertib nasib menyalib
Dari pusat hari-hari-Mu yang rumit

Kutempuh jalan-jalan sepi, cinta mekar dalam
bunga-bunga sunyi
Hidup berbeban juang, sepanjang tubir hari-hari
yang garang
Tak berdalih, antara derita dan ketawa
Makna hidup latah cinta, gelepar-Mu yang
menggemuruh di dada


Usai membaca ulang kutipan bait-bait puisi yang berjudul Kutempuh Jalan-jalan Lengang (1974), karya sasterawan Korrie Layun Rampan, membuat saya kian terhenyak manakala dilanjutkan dengan membaca sebuah berita tentang teror penembakan mobil Amien Rais yang terjadi Kamis dinihari (06/11/2014) di rumahnya.

Sungguh. Secara pribadi saya merasa prihatin membaca berita tersebut. Dan teror yang menimpa salah seorang tokoh Muhammadiyah ini merupakan kejadian terahir dari berbagai peristiwa sebelumnya yang cukup menghebohkan ahir-ahir ini. Misalnya saja saat Pilpres lalu, pendiri Partai Amanat Nasional ini, pernah menyatakan dirinya akan bernazar untuk berjalan kaki Yogyakarta – Jakarta kalau pasangan Jokowi-JK menang. Dan ketika Jokowi-JK mengalahkan pasangan Prabowo-Hatta yang dijagokannya, ternyata nazarnya itu sampai hari ini belum dilaksanakannya sama sekali. Otomatis hal itu menimbulkan banyak cemoohan – terutama dari para Netizen di media sosial.

Ketua Majelis Pertimbangan PAN ini memang seringkali membuat pernyataan yang kontroversi. Misalnya saja dengan menyebut bangsa Indonesia sampai sekarang ini masih bermental inlander. Di lain kesempatan pernah menyatakan bahwa Jokowi terlalu pede dalam Pilpres lalu. Bahkan menyebut Pilpres lalu pun sebagai ajang Perang Badar (Perang pada jaman Muhammad SAW), sehingga sempat mengundang polemik yang lumayan banyak diperbincangkan.

Atas sikap dan pernyataannya yang kontroversi itupun tak hanya sampai di situ saja masyarakat menanggapinya. Malahan ada pula yang menyebut sebagai Sengkuni, tokoh wayang yang dikenal suka mengadudomba, dan berperangai licik. Sehingga sekelompok orang yang mengatasnamakan  Paguyuban Masyarakat Pelestari Tradisi (Pametri) mendatangi kediaman tokoh Partai Amanat Nasional itu di Sawit Sari, Condongcatur, Sleman, Yogyakarta, pada Kamis (16/10/2014) siang, untuk meruwatnya agar kembali ke jalan yang benar dan lurus.

Begitu sensasionalnya memang. sampai harus di-ruwat segala macam. Padahal, ya padahal di era jelang keruntuhan rezim Orde Baru, tokoh yang satu ini begitu harum namanya. Amien Rais bersama Megawati dan Sri Sultan Hamengkubowono X merupakan tiga serangkai yang mengobarkan reformasi. Sampai-sampai orang menyebut Amien Rais sebagai Bapak Reformasi.

Bisa jadi dengan modal itu juga pada 1998 Amien Rais mendirikan PAN (Partai Amanat Nasional). Dan meski di Pemilu 1999 PAN mendapat suara yang kurang menggembirakan, tapi dengan cantiknya Amien Rais mampu merebut jabatan Ketua MPR.

Bisa jadi ketika itu pula munculnya koalisi di parlemen, tatkala Amien Rais membentuk Koalisi Poros Tengah yang memenangkan Gus Dur dalam Pilpres. Padahal ketika itu PDIP pimpinan Megawati merupakan pemenang Pemilu. Megawati pun hanya mampu menjadi RI-2 saja.

Atas kecerdasan dan dianggap steril dari perbuatan haram – korupsi, saya merasa kagum juga terhadap sosok tersebut. Bagaimana pun Amien Rais mampu menggerakan rakyat dan mahasiswa saat menggulingkan Suharto. Lalu tampil sebagai pimpinan MPR walau perolehan suara partainya kurang menggembirakan juga.

Akan tetapi tatkala Gus Dur yang menduduki kursi Presiden memasuki tahun ketiga, pendiri PKB ini pun dimakzulkan oleh MPR dan menggantikannya dengan Megawati yang semula sebagai wakil Presiden.

Sejak itu pula sedikit demi sedikit kekaguman saya terhadap Amien Rais mulai meluntur. Entahlah. Di mata saya menangkap ada sikap culas pada diri sosok ini yang mulai terkuak. Tapi meskipun demikian, syukurlah saya tidak sampai membencinya. Buat apa tokh, saya tidak merasa dirugikan.

Hanya saja saya merasa menyayangkan, koq tokoh sebesar Amien Rais bisa berubah drastis. Dari yang semula  banyak mendapat sanjungan dan pujian, sekarang malah banyak dicaci-maki, diteror, dan di-bully...

Terlepas dari itu semua, secara pribadi saya dapat mengambil pelajaran berharga dari perjalanan seorang tokoh Muhammadiyah ini. Ternyata terlalu banyak bicara – apalagi dengan dibarengi sentimen dan memojokkan salah satu pihak, akan banyak mengundang celaan dari pihak tersebut, dan dari orang yang tidak suka terhadap sikap seperti itu - tentu saja. ***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun