Mohon tunggu...
Adjat R. Sudradjat
Adjat R. Sudradjat Mohon Tunggu... Penulis - Panggil saya Kang Adjat saja

Meskipun sudah tidak muda, tapi semangat untuk terus berkarya dan memberi manfaat masih menyala dalam diri seorang tua

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ritual Perzinahan Demi Kekayaan yang Dilegalkan

23 November 2014   03:47 Diperbarui: 17 Juni 2015   17:05 1462
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Sepertinya ritual sex di gunung Kemukus, Sragen, Jawa Tengah kembali menjadi buah bibir hingga mendunia setelah diangkat jurnalis asing, Patrick Abboud, dan disiarkan di stasiun televisi Australia, SBS dalam program Dateline di SBS One yang berjudul "Sex Mountain"One. Dan dikutip oleh situs berita Daily Mail.

Hal itu seakan membuka memori saya sendiri di tahun 1996. Ketika  saya bertugas di daerah Pantura, antara Karawang dengan Cirebon, tempat ‘keramat’ di Jawa Tengah itu secara tak sengaja terdengar. Kala itu muncul dari mulut seorang pemilik warung nasi langganan. Dan saat saya sedang menikmati makan siang, pemilik warung mengabarkan, katanya baru saja tadi ada sepasang laki-perempuan yang mampir untuk makan. Pemilik warung itu menguping pembicaraan pasangan itu berencana untuk pergi ziarah ke gunung Kemukus. Maksudnya agar mendapat berkah pesugihan.

Mendengar pesugihan, pemilik warungpun ikut nimbrung. Dia bertanya dimana letak gunung yang bisa mendatangkan kekayaan itu, dan bagaimana prosesinya. Setelah mendengar penjelasan dari pasangan tersebut, untuk sesaat – akunya, dia kaget bukan kepalang. Karena kalau ingin pergi ke sana (gunung Kemukus) jangan dengan suami atawa istri yang sah, tetapi harus dengan pria atawa perempuan lain. Di lokasi ziarah pasangan itu kalau memang ingin kaya, diwajibkan untuk bersanggama sebagaimana suami-istri.

Pemilik warung langganan kemudian bertanya kepada saya, bagaimana  pesugihan yang harus dilakoni dengan cara yang ‘menyimpang’ itu asal-mulanya. Sungguh. Mendengar pertanyaan itu paling tidak merupakan sebuah tantangan bagi saya. Dan bisa jadi juga pemilik warung langganan sedang mencoba untuk menguji wawasan saya.

Kalau tidak salah, di pertengahan tahun 70-an, saat masih duduk di bangku SMP saya  pernah membaca artikel tentang gunung Kemukus tersebut pada sebuah majalah mingguan yang sudah lama almarhum. Majalah yang biasa dibaca Ayah ketika itu.

Konon di abad 16 lalu seorang putra raja bernama Pangeran Samudra, jatuh cinta kepada ibu tirinya, bernama Dewi Ontrowulan, istri ayahnya sendiri. Di saat Pangeran Samudra dengan Dewi Ontrowulan itu sedang memadu asmara, tiba-tiba sang raja memergokinya. Dengan marahnya raja pun kemudian membunuh pasangan selingkuh itu. Namun sebelum menghembuskan nafas terahir, Dewi Ontrowulan berpesan bahwa, barangsiapa yang kelak mau memelihara petilasannya, maka akan mendapat berkah kekayaan. Asal mau melakukan hubungan suami-isteri dengan bukan pasangan yang sah.

Kalau dihitung-hitung, praktik pesugihan dengan prosesi melakukan hubungan suami-isteri di gunung Kemukus itu telah berlangsung sekitar lima Abad lamanya. Bisa jadi awal-mulanya kegiatan ritual itu dilakukan secara diam-diam, dan penuh dengan keyakinan yang beraroma  sakral-spiritual. Dan bisa jadi pula ketika itu beberapa di antara peziarah yang mengikuti pesan Dewi Ontrowulan, terkabulkan hajatnya. Sepulang berziarah, mereka pun mendadak kaya.

Kemudian kabar itupun beredar luas. Mulanya dari mulut ke mulut. Ditambah lagi dengan kenyataan, urusan kekayaan yang sekalipun dibalut keyakinan di luar nalar, dan berbingkai takhayul sekalipun bagi sebagian besar orang di Indonesia hingga sekarang masih kuat bertahan.

Ya. Meskipun para peziarah itu memiliki KTP yang di kolom agamanya tertulis: Islam, Kristen, Budha, Hindu, atau Kong Hu cu, dan mereka pun sadar kalau praktik yang dilakukannya itu menyimpang dari ajaran agama yang dianutnya, namun tokh tetap saja mereka dengan sukacita melakukannya.

Sungguh memprihatinkan memang. Apalagi belakangan ini konon bukan hanya peziarah saja yang lalu-lang di sana. Para pekerja seks komersial pun ikut nimbrung mencari ‘berkah’ dan kesempatan. Maka memang benar, tidak menutup kemungkinan penyakit kelamin hingga virus HIV/AID akan ikut menyebar.

Lebih memprihatinkan lagi kalau pihak berwenang setempat, pemerintahan di Sragen, maupun Jawa Tengah terkesan tutup mata dengan adanya destinasi wisata ziarah yang ‘menyimpang’ ini. sebagaimana dilihat dari aturan perundang-undangan (Praktik prostitusi), pendidikan, dan kesehatan. Apalagi jika digali lebih dalam lagi dari kacamata suatu agama...

Terlepas dari itu, saat ini gunung Kemukus ini sudah sampai mendunia. Lalu, apa kata dunia ?

Entahlah. ***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun